Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kota Surabaya hari ini menggelar pelantikan pengurus di Tunjungan Hotel Surabaya. Acara pelantikan ini dihadiri Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya KH. Mas Sulaiman Nur, Ketua Tanfidziah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya KH. A. Muhibbin Zuhri, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, dan Konbes, Pol. Akhmad Yusep Gunawan.
Ketua PCNU Kota Surabaya, KH. Muhibbin Zuhri menyampaikan IPNU dan IPPNU harus hadir di tengah masyarakat, tidak hanya hadir secara fisik, tapi hadir dalam peran yang relevan dan kontekstual. Menurutnya, saat ini banyak dihadapkan peluang-peluang, tetapi juga banyak kekhawatiran. Peluang itu, misalnya orang bisa menjadi pedagang tanpa punya toko, bahkan orang tidak perlu bergelar doktor pun bisa berkarya melebihi doktor dan diakui.
“Itu adalah salah satu peluang yang dibawa oleh era digital ini, dan perubahan-perubahan eksponensial begitu rupa sehingga profesi hilang digantikan profesi-profesi baru. IPNU dan IPPNU yang ada sekarang, tentu harus memegangi kebaikan-kebaikan, nilai-nilai yang ditinggalkan oleh para seniornya di masa lalu. Tetapi juga dalam waktu yang sama, siap menghadapi situasi baru yang dulu belum pernah ada. Ini adalah tantangan pengurus yang ada sekarang, lebih-lebih IPNU dan IPPNU Kota Surabaya. Sehigga kegiatannya harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat, karakteristik penmuda dan pelajar yang ada di kota ini,” tutur Kiai Muhibbin saat memberi arahan kepada pengurus IPNU dam IPPNU Kota Surabaya, 27 Maret 2022.
Di tempat yang sama, Ketua IPNU Kota Surabaya, Iko Firmansyah Syarif mengatakan IPNU dan IPPNU adalah ground zero, titik awal pengkaderan Nahdlatul Ulama. Maka dari itu, harus terus difokuskan dan dibangun bersama, karena IPNU dan IPPNU adalah tonggaknya.
“Kalau sudah disistem dengan baik dan berjenjang di NU ini akan kelihatan hasilnya. Entah 10 tahun atau 30 tahun lagi. Mantan ketua IPNU dan IPPNU dulu-dulu, banyak senior yang berhasil di jajaran Pemkot maupun di Wilayah Jatim. Itu yang menjadi dasar di tingkatan IPNU dan IPPNU harus ditegakkan lagi,” ungkapnya.
Iko menambahkan, segmentasi IPNU ada pada usia 16-27 tahun. Bila ada revolusi besar-besaran di tubuh IPNU dan IPPNU tentu pemangkasan umur akan terjadi. Usia 25 tahun maksimal di IPNU. Maka, selama 2 tahun ini, Iko mengajak rekan dna rekanita untuk fokus, dan kembali ke sekolah-sekolah.
“Ayo bersama-sama hadir di masyarakat di sekolah-sekolah. Karena saya baca riset 24,9 persen siswa di kalangan pelajar SMP, SMA dan mahasiswa itu sudah terpapar radikalisme melalui kerohaniawan di sekolah-sekolah. Ini menjadi tantangan IPNU maupun IPPNU. Jadi teman teman di cabang mari berprose, teman-teman yang sudah bisa masuk ke sekolah-sekolah untuk melakukan mentoring mulai ditelaah, dipetakan satu persatu, mana sekolah yang mungkin belum kita masuki,” jelasnya.