Pemerintah terus mendorong agar usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memanfaatkan platform digital dalam berjualan. Melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI), saat ini sudah ada 18 juta unit UMKM yang onboarding atau terhubung ke ekosistem digital. Namun, sekedar online saja tidaklah cukup. Pasalnya banyak UMKM yang tidak bisa bertahan lama lantaran kapasitas produksi yang terbatas.
“Memang masih ada kendala UMKM di platform digital, kebanyakan karena kapasitas produksi usaha mikro kita masih terbatas, sehingga banyak yang tidak bisa onboarding dalam waktu yang lama. Selain itu, saya kira ada faktor lain misalnya mindset kewirausahaan kita yang harus ditingkatkan terus,” kata Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam webinar “Gurihnya Cuan Bisnis Cemilan”, Minggu (24/4).
Karenanya, dalam mendorong UMKM naik kelas, pendekatan yang dilakukan pemerintah adalah membangun ekosistem, membuka akses ke permodalan, membuka akses ke teknologi produksi yang modern, termasuk juga pemasaran.
Untuk memperkuat akses pemasaran, selain mendorong masyarakat untuk membeli produk-produk UMKM, pemerintah juga menargetkan 40% atau sekitar Rp 400 triliun belanja. Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menyerap produk-produk UMKM.
“Bapak Presiden biasanya minta lebih banyak. Targetnya bisa menyerap sampai Rp 500 triliun, mudah-mudahan bisa segera tercapai,” ujar Teten, seperti dolansir dari beritasatu.com.
Teten juga menyinggung potensi camilan produksi UMKM untuk oleh-oleh sebagai kekuatan ekonomi yang besar, sehingga harus lebih dioptimalkan.
“Oleh-oleh camilan ini jangan dianggap enteng, ini kekuatan ekonomi yang besar. Kalau kita datang ke daerah manapun, kalau mau beli oleh-oleh pasti belinya produk UMKM, bukan produk industri. Potensi ini harus dimanfaatkan. Apalagi kita kaya sekali dari Sabang sampai Merauke, punya keragaman kuliner yang besar,” kata Teten.
Teten juga menyinggung potensi camilan produksi UMKM untuk oleh-oleh sebagai kekuatan ekonomi yang besar, sehingga harus lebih dioptimalkan.
“Oleh-oleh camilan ini jangan dianggap enteng, ini kekuatan ekonomi yang besar. Kalau kita datang ke daerah manapun, kalau mau beli oleh-oleh pasti belinya produk UMKM, bukan produk industri. Potensi ini harus dimanfaatkan. Apalagi kita kaya sekali dari Sabang sampai Merauke, punya keragaman kuliner yang besar,” kata Teten.
Namun, Teten melihat kekuatan ekonomi UMKM selama ini masih kurang diperhitungkan. Padahal, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia sangat besar mencapai 61%. Di samping itu, 97% penyerapan tenaga kerja ada juga di sektor UMKM.
“UMKM dari sisi pembiayaan hanya menyerap 19,8% dana perbankan, namun ini sudah bisa menyediakan 97% lapangan kerja. Sementara yang besar-besar hanya menyerap 3% saja. Jadi sebenarnya kekuatan UMKM itu luar biasa. Makanya sekarang ini pemerintah tidak lagi melihat UMKM sebagai absorber dari ekonomi nasional atau bumper, tetapi harus jadi tulang punggung perekonomian. Karena itu, kami benahi terus ekosistem UMKM,” kata Teten.