Kekacauan terjadi di Sri Lanka setelah negara tersebut mengalami krisis ekonomi dan bangkrut akibat timbunan utang yang tak terbayar. Dalam video yang beredar di media sosial, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pun dilaporkan kabur sebelum massa yang melakukan protes berhasil menduduki rumah dinasnya dan merusak serta menjarah isi rumah megah tersebut, Sabtu (09/07/2022).
Dilaporkan CNN, ribuan pengunjuk rasa Sri Lanka menerobos barikade polisi dan menduduki kediaman kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa. Sebuah siaran video yang beredar di media sosial dan televisi nasional Sri Lanka Menunjukkan para demonstran memasuki rumah sekaligus kantor Rajapaksa di ibu kota.
Mereka terlihat memadati ruang yang berada di dalam gedung. Mereka juga menggantung spanduk dan pakaian dalam dari balkon sebagai bentuk protes. Salah seorang pejabat keamanan presiden memastikan bahwa Rajapaksa sedang tidak berada di lokasi dan telah dipindahkan ke tempat lain. Itu mengkonfirmasi video yang beredar bahwa Rajapaksa kabur sebelum massa menduduki rumah dinasnya.
Akibat insiden tersebut, sekitar 31 orang, termasuk dua polisi terluka dan dirawat di Rumah Sakit Nasional Sri Lanka (NHSL). Polisi menyebutkan dua orang berada dalam kondisi kritis akibat terluka dalam aksi itu. Tak hanya itu, pada hari yang sama, ratusan demonstran pergi membakar rumah Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe.
Aksi pembakaran ini terjadi tak lama setelah Wickremesinghe menyatakan kesiapannya untuk melepaskan jabatannya demi membuka jalan pembentukan pemerintahan baru. Wickremesinghe mendeklarasikan siap mundur ketika massa menduduki rumah Rajapaksa. Massa menyerbu kediaman sang presiden karena tak kuasa menahan emosi. Tak lama kemudian, Presiden Rajapaksa juga menyatakan kesiapannya mundur pada 13 Juli nanti.
Dalam sepekan terakhir, situasi di Sri Lanka memang bergejolak. Musababnya, salah satu negara di Asia Selatan ini tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Sri Lanka sebelumnya telah dilanda krisis ekonomi yang ditandai inflasi selama berbulan-bulan dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang vital. Habisnya devisa negara ini sendiri salah satunya disebabkan untuk membayar utang luar negeri. Diketahui, Sri Lanka paling banyak berutang kepada China dan India.
Mengutip CNBCIndonesia.com, utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar. Jumlah ini sudah 60,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara mengutip Times of India, total utang Sri Lanka ke China mencapai US$ 8 miliar atau sekitar seperenam dari total utang luar negerinya.
Pemerintah meminjam Beijing untuk sejumlah infrastruktur proyek sejak 2005 melalui skema Belt and Road (BRI), salah satunya pembangunan pelabuhan Hambantota. Namun sayangnya sebagian proyek dinilai tak memberi manfaat ekonomi bagi negara itu. China juga meminta jatah ekspor produk mereka ke Sri Lanka senilai US$ 3,5 miliar.
Selain itu, sumber pemasukan devisa Sri Lanka lainnya seperti dari sektor pariwisata juga menurun. Sektor pendapatan ini semakin terpukul karena pandemi Covid-19. Akibat utang negara, Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe mengatakan di depan parlemen pada Selasa lalu bahwa krisis ekonomi Sri Lanka diproyeksikan akan dialami negara itu hingga 2023 mendatang.
NF