Oleh: Ruchman Basori, Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Bidang Kaderisasi
“Hujan emas di negeri orang hujan batu di negeri sendiri”, demikian para bijak bestari berkata. Sebaik-baik negeri orang, tidaklah sebaiknya dari negeri sendiri. Keutamaan dan kemuliaan, tetap tak tergantikan dengan apa yang ada di kampung sendiri.
Kerinduan akan negeri yang kita tinggalkan, sebagai tempat di mana kita lahir, menghirup udara segar, makan-minum, menganggit impian dan segala hal yang membahagiakan.
Kerinduan bersifat immateri, hal ikhwal tentang mental-spiritual dan psikologis, karenanya tak tergantikan oleh hal-hal yang bersifat bendawi. Banyaknya harta yang dimiliki, tingginya derajat dan kepangkatan tak akan menggantikan apa yang disebut kerinduan.
Sahabat-sahabat Gerakan Pemuda Ansor di Taiwan, adalah di antara sekian anak Adam yang menahan kerinduan. Kerinduan yang membuncah ditahan demi sebuah cita-cita. Rasa cinta yang mendalam kepada orang-orang terkasih harus rela dipendam demi tercapainya harapan.
Tiga hari sudah saya membersamai mereka di Taipei dan kemudian bergeser Guanyin tempat di mana selama dua hari diselenggarakan kaderisasi Ansor level menengah yaitu Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) untuk kader Ansor dan Kursus Banser Lanjutan (Susbalan) untuk kader Barisan Ansor Serbaguna (BANSER).
Diantara mereka ada yang sudah sekian lama bekerja mencari nafkah di Taiwan dalam durasi yang cukup lama 10 tahunan. Walau beberapa tahun bisa kembali ke Indonesia, tetapi tidak bisa terlalu sering setidaknya untuk satu tahun sekali, karena pelbagai keterbatasan.
Ada sebagian kecil diantara sahabat-sahabat itu yang sedang menempuh studi S2 dan S3. Lagi-lagi perasaan batin tak bisa disembunyikan, kerinduan akan keluarga, kampung halaman, teman sejawat hingga kerinduan akan tanah air.
Empat Olah Kader
Sebagai kader Gerakan Pemuda Ansor biasa di tempat dengan sangat keras di medan pelatihan. Tidur sangat terbatas hanya dalam waktu 3-4 jam, makan juga tentu kurang nyaman, karena harus cepat, fisik dan mental yang harus siap dalam dinamika dan dialektika pelatihan.
Para instruktur Ansor menanamkan bahwa setiap kader harus bisa mengembangkan empat laku atau olah diri. Yaitu olah pikir, olah rasa, olah hati dan olah raga.
Olah pikir dimaknai bahwa setiap kader Ansor-Banser harus memiliki kapasitas intelektual. Tata aturan organisasi, visi, misi dan program, pengetahuan tentang keagamaan dan tantangan global harus dikuasai. Kader Ansor adalah pribadi yang cerdas, memahami dengan baik strategi dan positioning Ansor di tengah tantangan nasional dan dunia.
Olah rasa dimaknai bahwa seorang kader memiliki kepekaan dan kepedulian sesama. Rasa yang bersifat immateri harus dikembangkan sebagai panggilan untuk berpihak kepada yang mustadh’afin. Daniel Goleman menyebutnya dengan kecerdasan emosional (emotional quotin).
Olah hati dimaknai bahwa setiap kader Ansor-Banser harus mengembangkan kapasitas spiritual dengan olah hati. Salah satunya dengan melakukan mujahadah, dzikir, manaqib, agar tetap membersihkan jiwa (tazkiyah an-nufus).
Olah raga sudah sangat jelas, bahwa kader Ansor-Banser haruslah pribadi yang sehat, kuat dan gagah. Cita-cita besar menjadi khairunnas anfa’uhum linnas, menjadi aktor perubahan menjadi tidak tercapai kalau tubuhnya kurang sehat dan sakit-sakitan.
Transformasi Kerinduan-Manfaat
Ansor dan Banser dicetak sebagai manusia yang bermanfaat (khairun naas anfa’uhum li an-naas). Tafa’ulan dengan para sahabat Ansor pada zaman Nabi Muhammad Saw, melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.
Kuat fisik saja tidaklah cukup, harus kuat mental dan spiritual, sebagai cermin dari organisasi kepemudaan dengan basis keagamaan. Menjadi seorang penolong layaknya sahabat Ansor yang menolong sahabat Muhajirin dijadikan sebagai landasan teologis. Kenapa harus lahir di tengah peristiwa perjuangan bangsa sekitar tahun 1934.
Demikian rasa kerinduan dan cinta yang membuncah dengan tanah air harus mampu di transformasikan ke dalam pemikiran dan gerakan Ansor di Taiwan. Hubbul wathon min al-iman menjadi pematri kerinduan. Rindu kampung halaman, rindu suasana sosial-keagamaan dan rindu tanah air.
Kerinduan akan menjadi energi ketika disatukan dalam wadah organisasi. Kerinduan akan saling memahami, mengisi dan berbagi di tengah keterbatasan. Ansor-Banser meramu dengan baik rasa kerinduan di Taiwan dengan sikap mental unggul seorang kader untuk selalu bermanfaat.
Catatan kaderisasi di Ansor Taiwan ini akan saya tutup dengan hadits Nabi yang menggambarkan kecintaan Muhammad Saw dengan kota kelahirannya Mekkah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia menceritakan: kami datang ke Madinah ketika kota ini banyak penyakitnya, kemudian Abu Bakar dan Bilal menderita sakit, ketika Rasulullah Saw mengetahui kondisi para sahabatnya, beliau bersabda: “Ya Allah cintakanlah kami kepada Madinah sebagaimana engkau membuat kami mencintai Mekah, atau lebih cintakanlah kami kepada Madinah. Ya Allah, perbaguslah Madinah, berkahilah timbangan dan takaran kami (penduduk Madinah) dan pindahkanlah wabahnya ke Juhfah.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Demikian kader Ansor-Banser haruslah kuat cintanya kepada Indonesia walaupun raganya ada di negeri orang.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al shawab.