Aksi protes atas kematian Mahsa Amini yang berujung berntrok antara para demonstran dengan aparat keamanan di Iran pada Jumat malam lalu memakan korban puluhan jiwa. Data sementara yang dirilis pemerintah setempat, total korban tewas dalam kejadian itu sebanyak 35 orang, termasuk dari personel keamanan.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan bahwa korban tewas dalam bentrokan tersebut sebanyak 17 orang, lima di antaranya personel keamanan. “Jumlah orang yang tewas dalam kerusuhan baru-baru ini di negara ini telah meningkat menjadi 35 orang,” kata kantor berita Borna yang terafiliasi dengan pemerintah Iran dikutip dari Republika.co.id, Sabtu kemarin.
Aksi protes itu berawal dari peritsiwa penangkapan oleh polisi moral Iran terhadap Mahsa Amini di Teheran, 13 September 2022, lalu. Dia ditangkap karena jilbab yang dipakainya dianggap tidak ideal. Di Iran, memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan jilbabsaat berada di ruang publik.
Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.
Amini kemudian dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini tiba-tiba mengalami masalah jantung. Namun menurut keterangan keluarga korban, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung.
Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu. Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Mereka menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini.
Pada Jumat malam, Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi kembali menyampaikan Mahsa Amini tidak tewas akibat dipukuli oleh polisi moral negara tersebut. “Laporan dari badan pengawas diterima, saksi diwawancarai, video ditinjau, pendapat forensik diperoleh dan ditemukan bahwa tidak ada pemukulan,” kata Vahidi seperti dikutip oleh media Iran, dilaporkan Al Arabiya.
Dia mengindikasikan pemerintah sedang menyelidiki penyebab kematian Amini. “Kita harus menunggu pendapat akhir dari pemeriksa medis, yang membutuhkan waktu,” ucapnya.
Vahidi mengkritik mereka yang mengambil posisi yang tidak bertanggung jawab, yakni dengan menghasut kekerasan dan mengikuti Amerika Serikat, negara-negara Eropa serta kelompok anti-revolusioner. Kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun, telah memicu gelombang demonstrasi di Iran.
Perempuan-perempuan di sana turut turun ke jalan dan menunjukkan solidaritasnya kepada Amini dengan cara membakar jilbab mereka beramai-ramai. Kerusuhan pun tak terhindarkan antara para demonstran dengan aparat keamanan hingga memakan korban. NF