Search

Mengapa Bendera Indonesia Warnanya Merah Putih? Ini Sejarahnya

Majalahaula.id – Setiap tanggal 17 Agustus, seluruh masyarakat merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Lazimnya, perayaan kemerdekaan Indonesia, selalu diawali dengan upacara bendera sang saka merah putih.

Tapi, Pernahkah kamu bertanya-tanya, mengapa bendera Indonesia warnanya merah putih? Ternyata pemilihan warna ini memiliki sejarah panjang. Dilansir dari laman Kemdikbud, sejarah ini diawali saat Dai Nippon menyiarkan kabar pada tanggal 7 September 1944 bahwa Indonesia diperkenankan untuk merdeka.

Maka dari itu, Chuuoo Sangi In atau badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang yang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia. Mereka menyelenggarakan sidang tidak resmi pada tanggal12 September 1944 dipimpin Ir. Soekarno. Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya. Panitia bendera kebangsaan merah putih, memutuskan menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol.

Mengapa bendera Indonesia warnanya merah putih? Hal itu karena merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa hingga saat ini dan bendera pertama jahitan Ibu Negara Fatmawati atau istri Ir Soekarno dimasukkan menjadi Cagar Budaya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Hal itu, ditetapkan melalui SK penetapan cagar budaya nasional bernomor 003/M/2015, tanggal SK : 9 Januari 2015,

Baca Juga:  Dana BOS Madrasah dan BOP RA Cair

Ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nipponyakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua. Dari deskripsi laman Cagar Budaya Kemdikbud, bendera terbuat dari bahan katun halus atau setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus. Dengan warna asli merah bendera adalah merah serah yaitu merah jernih, bukan merah nyala, bukan merah tua, bukan merah muda, atau merah jambu. Panjang bendera adalah 300 cm dengan lebar 200 cm.

Semua ide ini, dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai ketua. Lalu anggota panitia bendera kebangsaan, adalah Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo. Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta. Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Sementara panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya, berkewajiban mempersatukan kata-kata dan melodi lagu. Panitia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, Kusbini, Mr. Koesoemo Oetojo, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Sastro Moeljono, Mr. Samsoedin, Ny. Bintang Soedibjo, Machijar, Darmawijaya, dan Cornel Simanjuntak.

Baca Juga:  Jose Ramos-Horta, Nobel Perdamaian untuk NU

Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karenakeamanan para pemimpin Republik Indonesia tidak terjamin di Jakarta. Bersamaan dengan perpindahan tersebut, Bendera Pusaka turut dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung.

Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno dan dipercayakan kepada ajudan Presiden yang bernama Husein Mutahar untuk menyelamatkan bendera itu.

Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera tersebut danuntuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda, ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah. Kemudian membawanya dalam dua tas terpisah. Pertengahan Juni 1949,ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar.
Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannnya satu persatu. Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka. Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung. Pada tanggal 28 Desember 1949, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpandi dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia Airways.
Sejak tahun 1958, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, bendera tersebutditetapkan sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan di depan Istana Merdeka. Pada tahun 1967, setelah Presiden Soekarno digantikan oleh Presiden Soeharto, bendera pusaka masih dikibarkan. Namun kondisi bendera sudah sangat rapuh. Bendera pusaka terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968. Sejak saat itu,benderapusaka tidak lagi dikibarkan dan digantikan dengan duplikatnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA