Search

Iim Fahima Jachja – Masalah Cuti Perempuan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi pembicaraan publik. Pada Pasal 5 Ayat 2 RUU KIA tertuang bahwa setiap ibu bekerja berhak untuk mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan serta adanya masa istirahat bagi ibu yang mengalami keguguran.

Pertimbangan memperpanjang cuti hingga 6 bulan bagi ibu adalah agar anak bisa mendapatkan ASI secara eksklusif dengan lancar, serta pengasuhan berkualitas langsung dari ibu. Banyak yang menyambut positif rencana tersebut, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang.

Aktivis perempuan ini berpendapat, penerapan cuti 6 bulan bagi ibu melahirkan bisa saja membuat perusahaan cenderung mengurangi porsi karyawan wanita. Dampaknya kesempatan kerja bagi perempuan menjadi rendah.

Baca Juga:  Lucinta Luna - Curi Perhatian di Halal Bihalal

“Memperpanjang cuti ibu melahirkan jadi 6 bulan, kalau tidak hati-hati, justru mempertebal pesan bahwa tanggung jawab pengasuhan anak hanya ada pada ibu,” katanya, Kamis (16/06/22).

Ia tidak menampik bahwa kebijakan tersebut bertujuan memberikan kesejahteraan bagi perempuan, namun efek jangka panjangnya juga perlu dipertimbangkan secara matang.

“Tujuannya baik, tapi banyak pilihan lain yang lebih strategis dan membawa dampak perbaikan jangka panjang,” terang perempuan yang masuk dalam 25 pengusaha muda terbaik Asia itu.

Sebaiknya, lanjut dia, jika RUU KIA bertujuan untuk membantu para ibu, maka yang perlu diutamakan salah satunya konsep kerja yang fleksibel namun tetap dalam konteks menyelesaikan pekerjaan (target kinerja).

“Kalau membantu perempuan, yang sebaiknya diutamakan, di antaranya, pertama, Flexible working arrangement. Kedua, UU ruang laktasi di kantor agar dipantau pelaksanaannya. UU-nya sudah ada, tapi banyak perusahaan yang tidak menjalankan. Ketiga, Transportasi publik aman dan bebas macet,” urai dia.

Baca Juga:  Ria Ricis - Jelaskan Aksi Split

Di samping itu, Iim juga mengapresiasi kebijakan pada Pasal 5 ayat (2) huruf a yang berbunyi suami berhak mendapatkan hak cuti pendampingan melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari. Baginya, itu merupakan langkah awal yang patut diacungi jempol.

(Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA