Search

Keluarga Cermin Keberhasilan Karir Perempuan

Tidak ada batasan seseorang dalam memilih bidang yang digeluti. Itulah alasan Hj Arikhah tetap eksis dalam berbagai aktifitas. Namun keharmonisan keluarga tetap menjadi nomor satu, dan menjadi cermin dari keberhasilan perempuan dalam berkarir.

 

 

Semakin bertambah usia perempuan semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan. Seperti itulah yang terpancar dari sosok Dr Hj Arikhah MAg bendahara LKK NU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama) Jawa Tengah. Baginya, mencoba hal-hal baru harus dilakukan selama masih ada kesempatan. Karena tanggung jawab untuk belajar dan memperbaiki diri tidak mengenal batas usia.

“Saya berusaha semua, mencoba banyak kegiatan semampunya, asalkan tetap memiliki motivasi dan tujuan akhirnya adalah Allah. Karena semua itu hanyalah media dan sarana untuk menggapai cinta dan ridla Allah,” kata perempuan kelahiran, Kudus, 29 November 1969.

Seperti dalam mengajar mahasiswa sehari-hari, Dosen Ilmu Tasawuf dan Psikoterapi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang ini, memiliki pandangan bahwa memberikan pembelajaran seharusnya tidak sekadar transfer ilmu pengetehuan, atau knowledge saja. Tetapi mengedepankan tarbiyah, sehingga tauladan baginya harus menjadi yang terdepan.

Hj Arikhah juga terus berusaha memberikan pendidikan bagi mahasiswanya, agar bisa menjadi orang yang baik dengan me-matching-kan antara pikiran, hati, dan perbuatan. Karena orang yang pandai dan alim bukanlah orang yang memiliki gelar berjejer di depan dan di belakang namanya, menghatamkan berlemari kitab-kitab tebal, atau yang menghafal ribuan teori-teori.

Baca Juga:  Mona Ratuliu - Sambut Ramadlan dengan Antusias

“Orang yang pandai adalah orang yang sesuai antara hati, pikiran dan perbuatannya, sekaligus sesuai antara ilmu pengetahuan dan perbuatannya,” tuturnya.

Selain dalam pendidikan keagamaan, Hj Arikhah juga aktif dalam organisasi yang berhubungan dengan perekonomian. Hal ini dilakukan, tidak semata-mata bertujuan untuk mencari untung, melainkan membantu memakmurkan semua makhluk yang ada di bumi. Karenanya, setiap aktifitas harus memiliki tujuan dasar yang sampai ke akhirat.

“Untuk bisa bersosialisasi dengan pihak lain, apakah itu sesama manusia, hewan, tumbuhan sebagai sesama makhluk tuhan, kuncinya adalah bagaimana keberadaan saya bisa lebih bermakna bagi mereka secara positif. Bukankah yang disebut orang kuat adalah orang yang telah menguatkan atau memberdayakan pihak lain?,” papar Anggota Riset, Perencanaan, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia IPEMI (Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia) Jawa Tengah.

Karenanya, kata Hj Arikhah, dunia ini tidak hanya butuh orang-orang pintar versi umum. Seperti, menguasai banyak ilmu dan teori. Tetapi lebih membutuhkan orang-orang yang baik. Banyak orang pintar disekitar dirinya, tetapi tidak mendatangkan kenyamanan dan ketenangan bagi kebanyakan orang, tetapi justru mendatangkan kegerahan dan kesengsaraan.

Seperti ini, lanjut Hj Arikhah, menjadi sangat berbahaya bagi manusia bahkan makhluk lainnya. Ini merupakan salah satu keadaan yang sangat menyedihkan. “Perempuan itu harus banyak belajar dan berperan dalam segala bidang, terutama dalam keluarga,” ujar Hj Arikhah yang kini tergabung dalam Anggota FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) Semarang.

Baca Juga:  Hj Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid : Pesantren Ujung Tombak Vaksinasi

 

Tetap Kedepankan Keluarga

 

Kesuksesan bagi seorang perempuan di luar menjadi lengkap jika sukses juga di dalam keluarga. Begitupula yang dirasakan oleh Hj Arikhah. Baginya, tidak ada alasan untuk tidak bisa membagi waktu untuk keluarga, meski perasaan lelah tetap harus memiliki niat tulus untuk menjaga keluarga. Terutama dalam segi pendidikan anak-anak.

Meskipun Arikhah menyekolahkan anaknya di pondok pesantren. Tetapi, dirinya tetap mendahulukan pendidikan dasar di rumah. Terutama pada masa-masa usia emas. Ketika anaknya masih di bawah lima tahun, Hj Arikhah mengurangi beberapa kegiatan sosial di rumah.

Ia berusaha untuk meningkatkan kualitas pertemuan dengan keluarga meskipun tidak 24 jam. “Saya dan suami selalu mengupayakan untuk bisa sarapan, makan siang, dan makan malam di rumah. Meskipun sekarang anak-anak mondok di luar kota. Meski sehari-hari saya dan suami sama-sama di kampus, saat siang kami pulang ke rumah untuk sempatkan shalat berjamaah dan makan siang bersama. Meskipun cuma 30-45 menit cukup membuat kami berbincang tentang keseharian,” aku Istri dari Imam Taufiq yang juga sebagai Dosen UIN Walisongo Semarang.

Begitupula dengan anak, perempuan yang pernah mengikuti International Course on Strengthening Research Capacity Queensland University Australia pada tahun 2014 ini, selalu membangun komunikasi yang baik. “Dhohiron wa batinan. Meski anak jauh secara fisik, tetap anak-anaknya saya doakan, minimal 5 kali sehari setelah shalat,” terangnya.

Baca Juga:  Nathalie Holscher - Rahasia Pertahankan Pernikahan

Selain iut, Hj Arikhah juga menekankan kepada anak-anaknya untuk memiliki suri tauladan yang baik, dan mengaktualisasikan ilmu yang telah dipelajari. “Hampir tidak pernah saya mengajari mereka untuk mendapatkan rangking 1. Karena yang rangking 1 dikelas cuma satu, kalau saya mengajari seperti itu artinya saya ngajari anak untuk mengalahkan yang lain,” paparnya.

Menurutnya, jika pengajaran seperti itu yang diberikan, anak-anak hanya akan menghafalkan ilmu untuk menjawab soal ujian saja. Padahal, ilmu seperti jika diterapkan akan mudah hilang dari ingatan.

“Paling penting bukan memahami ilmu untuk menjadikan hidup dan kehidupan menjadi lebih baik dan maslahah. Saya lebih menuntut anak-anak untuk bisa follow up dari belajar yaitu menjadi manusia yang baik dan bermanfaat dalam kidmah pada kehidupan. Karena dunia ini tidak hanya butuh orang pintar, tetapi orang baik. Banyak sekali orang pintar tetapi tidak bisa membuat nyaman dan damai pihak lain, saya ingin anak saya hidup dengan memiliki prinsi-prinsip baik,” tutup perempuan yang pernah menjadi sekretaris Pengurus Wilayah Fatayat NU Jawa Tengah tahun 2001-2005 ini. *

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA