Satu demi satu karya Ahmad Zaki Mubarok bakal menemani para pembaca. Sukses menerbitkan buku pertamanya berjudul “Dakwah Millenial Via Media Sosial” pada Juli 2019. Kini pria yang akrab disapa Zaki Abivega telah menyiapkan buku keduanya, yang akan diterbitkan pada akhir 2020.
Kepada AULA, Gus Zaki pun membocorkan secuil isi dari bagian buku yang akan diterbitkannya. Dalam buku itu, ia akan fokus mengulas biografi 20 kiai asal Lasem, Rembang. Menurutnya banyak historis peran sesepuh di Lasem yang perlu diungkap dan dipublikasikan kepada khalayak.
“Kembali ke historis Lasem dulu, pertama Lasem itu daerah multi ras, pluralis, banyak suku dan kelompok tertentu tinggal di Lasem sudah sangat lama. Dari beberapa komunitas itu, mungkin komunitas pesantren jarang sekali diekspos. Maka, saya mencoba untuk mengangkat dari sisi komunitas pesantren yang nyatanya banyak tersebar, kurang lebih ada 20 pesantren di Lasem,” tutur Gus Zaki.
Padahal, lanjut Gus Zaki, banyak cerita menarik dalam dunia pesantren di Lasem. “Saya ingin mengangkat beliau (sesepuh, red) biar dikenang, Lasemnya juga dikenang. Banyak hal positif, agar generasi muda mengetahui cerita dan tradisi yang dibangun para sesepuh dulu,” tambah alumni Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Asya’ariyyah Kalibeber, Wonosobo ini.
Pengasuh Pesantren Al-Wahdah ini menjelaskan, dari 20 kiai itu hanya kiai sepuh yang dipilih. Yang dulu menjadi panutan warga Lasem, mempunyai andil dan peran dakwah baik di masyarakat maupun pesantren. Bahkan peran kebangsaan juga muncul dari tokoh Kiai Lasem.
Ia menyebut beberapa kiai itu di antaranya, Mbah Sambu atau Mbah Abdurrahman Basaiban, sesepuh yang menjadi panutan kiai dan tokoh nasional. Seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syansuri, KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Ali Maksum dan KH Ahmad Sidik Jember.
Tidak hanya itu, ada Mbah Abdul Aziz, tokoh yang memiliki jalur khusus membentuk tokoh-tokoh nasional di nusantara. Lalu putra Mbah Abdul Aziz, Mbah Muhaimin yang menikah dengan Nyai Khoiriyah. Putri dari Kiai Hayim As’ari ini mendirikan madrasah perempuan pertama di Mekkah.
Ada juga saudaranya Mbah Abdul Aziz yaitu Mbah Baidlowi Bin Abdul Aziz, lalu keponakan Kiai Baidlowi yaitu Kiai Ma’sum yang mengambil ilmu di Mekkah, dan Kiai Cholil orang terdekat Mbah Hasyim yang mendirikan NU di Lasem, Rembang.
“Masing-masing kiai punya silsilah keilmuan, sanad dan nasabnya. Saya tidak ingin ada satu kiai yang ditonjolkan di buku kedua saya ini, karena beliau memiliki porsi yang sudah jelas. Seperti Mbah Abdul Aziz beliau sesepuh di Lasem. Terus Mbah Baidlowi, Mbah Maksum, Mbah Cholil Mansyuri, mereka adalah pendiri NU di Lasem,” terangnya.
Gus Zaki yakin para millenial terutama kaum muda NU dan santri akan tertarik untuk membaca buku keduanya itu. Suami dari Sania Lathoif ini menjelaskan, meski di buku pertamanya lebih banyak merespon hal kekinian, kali ini dia menyelipkan cerita para ulama, kiai yang terangkum dalam bab tiga yang berjudul meneladani para sesepuh.
Melalui bukunya itu, ia berharap para genarasi muda mendapat manfaatnya, mengenal kiai dan ulama agar termotivasi untuk melanjutkan amalan-amalan para sesepuh, juga mengetahui tradisi kiai dan pesantren.
Putra ketiga dari pasangan H Abdul Hamid dan Hj Djamilah Cholil ini mengaku, selama proses penggarapan buku tidak banyak kendala. Namun di masa pandemi Covid-19 ini menyebabkan proses riset dan bertemu dengan narasumber dirasa kurang maksimal.
“Saat pandemi dalam penulisan tidak ada masalah, hanya materi yang terkait dengan narasumber, dari orang-orang terdekat atau murid masing-masing tokoh belum bisa dianulir maksimal,” ungkapnya. * Lina