Pondok Pesantren Ushuluddin, Ngadirejo, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, punya cara sendiri untuk memberikan ilmu kepada para santrinya. Pesantren pimpinan KH Muhammad Manshur Chadzik itu sukses mengembangkan usaha berbasis pertanian yang seluruhnya dikelola para santrinya. Berbagai komoditas, seperti, semangka, cabe, jagung dan tanaman obat menjadi bagian yang digeluti para santri dalam kehidupan sehari-harinya selain kegiatan rutin belajar kitab kuning. Masyarakat di sekitar pesantren juga turut menikmati inovasi dan teknologi tepat guna yang dikembangkan pesantren.
Gus Manshur, begitu panggilan akrab KH Muhammad Manshur Chadzik mengatakan, program itu dikembangkan karena para santri sebagian besar berlatar belakang keluarga petani. ”Kita mempersiapkan para santri agar saat pulang dari pesantren, nantinya mereka tidak canggung ketika hidup dalam masyarakat,” katanya yang dilansir dari NU Online.
Gus Manshur menuturkan, kondisi lulusan pesantren saat ini berbeda dengan zaman dahulu. Masyarakat yang semakin kritis terhadap berbagai hal tentu mengharuskan pesantren memberi bekal yang lebih banyak guna mempersiapkan santrinya di msayarakat. Ilmu pertanian yang dikuasai oleh para santri akan menjadi nilai tambah yang bermanfaat.
”Masa lalu, masyarakat langsung mendekat kepada para santri karena dianggap mampu memberikan bimbingan agama, kalau sekarang santri yang harus terjun ke masyarakat,” tandasnya. Secara pribadi, Gus Manshur mengaku juga kerap kali terjun langsung memberikan penyuluhan tentang berbagai sistem pertanian alternatif yang menguntungkan. Kadang, tips-tips teknologi pertanian ini diselipkan dalam pengajian yang dihadiri masyarakat. Tak heran, penyuluh pertanian pun sempat mengadukan permasalahannya. Selama ini penyuluhan yang diberikan Dinas Pertanian setempat tak diminati para petani, malah mereka lebih suka mendengarkan masukan dari kiai.
”Ya, saya usulkan kita kerja sama saja. Saya yang memberikan materi keagamaan, Dinas Pertanian memberikan penyuluhan pertanian,” paparnya. Pesantren Ushuluddin sebelumnya dikelola secara tradisional dengan pendekatan salaf yang hanya mengajarkan ilmu agama. Sebagai generasi muda, Gus Manshur tergerak untuk melakukan sebuah perubahan. ”Kita menghadapi tantangan berat di depan. Kalau kita tidak mempersiapkan diri pada era pasar bebas beberapa tahun mendatang, kita akan hancur,” ujarnya. Kerja sama dengan sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pertanian juga sudah dilakukan, yaitu dengan Klinik Tanaman Institute Pertanian Bogor (IPB) dan dengan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Dirjen Tanaman Pangan Depertemen Pertanian. Program yang sedang dikembangkan saat ini diantaranya Plant Growth Promoting Rizobakteria (PGPR), sebuah ramuan yang dapat meningkatkan kekebalan tanaman, pemicu zat pengatur tumbuh dan melarutkan fosfat yang bisa digunakan untuk tanaman cabai, kacang panjang dan bawah merah. Ramuan hasil kerjasama dengan IPB ini bisa dibuat sendiri oleh para petani dengan cara yang sangat sederhana dari bahan yang ada di sekitar rumahnya sehingga bisa menyelamatkan lingkungan dan menghemat biaya.
Selain itu, pesantren Ushuluddin juga mengembangkan mocal (modiffied cassava flour) pengganti tepung gandung yang saat ini harganya sangat mahal. Di wilayah Magelang, pengembangan potensi mocal ini sangat potensial mengingat luasnya lahan yang ditanami ketela pohon. Mocal juga produk yang mendukung ketahanan pangan Indonesia karena bisa mengurangi ketergantungan dari impor gandum. Bagi mereka yang ingin berkomunikasi lebih lanjut, bisa menghubungi telp pesantren di 0293-5524483.