Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengikuti prosesi penyatuan tanah dan air dari 34 Provinsi se-Indonesia bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Senin (14/03/2022).
Khofifah membawa tanah dan air dari bumi Majapahit. Tanah dan air itu dikemas dalam kendi dan kendil dari tanah liat yang dibalut dengan kain batik khas motif Surya Majapahit Mojokerto, serta untaian bunga melati dan kantil. Setelah itu diserahkan kepada Presiden Jokowi untuk kemudian dituang dan dipersatukan ke dalam bejana Nusantara.
Khofifah menyatakan dukungan penuh Pemprov Jatim dalam proses pembangunan IKN sebagai Ibu Kota negara yang baru. Pemilihan nama Nusantara oleh Presiden Jokowi juga sangat sesuai dengan identitas banga Indonesia akan Bhinneka Tunggal Ika-nya.
“Menurut referensi yang saya baca, dalam sumpah Palapa yang diikrarkan Mahapatih Gadjah Mada termaktub kata Nusantara yang maksudnya pulau-pulau yang sangat banyak. Ini adalah satu rangkaian ketika pulau-pulau itu bersatu,” ujarnya. Maka Bhinneka Tunggakl Ika Tanhana Dharma mangrwa kita wujudkan bahwa kebhinekaan ini harus di dalam satu kesatuan dan kebenaran tidak mendua. Hal tersebut termaktub dalam buku Nagarakartagama karya Mpu Prapanca dan Sutasoma karya Mpu Tantular, lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menceritakan keistimewaan tanah dan air yang dibawanya dalam Prosesi Penyatuan Tanah siang itu. Bukan sembarangan, tanah dan air dari Jatim memiliki nilai sejarah dan korelasi yang cukup besar dengan nama Ibu Kota baru yaitu ‘Nusantara’. Pasalnya, tanah dan air yang dibawa Gubernur Khofifah diambil dari Kecamatan Trowulan, Kab. Mojokerto yang disebut sejarah sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit, dimana tercetusnya istilah kata Nusantara oleh Mahapatih Gajahmada.
Diketahui, tanah yang dibawa, telah melewati prosesi yang diambil dari dua keraton (Barat dan Timur) Kerajaan Majapahit yaitu Kedaton dan Kumitir. Sedangkan air berasal dari tujuh sumber, di antaranya sumber mata air Banyu Panguripan di Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Kesemua lokasi pengambilan tanah dan air tersebut mendapat persetujuan pakar, budayawan dan sejarawan Majapahit.