Upaya serius dilakukan pemerintah dalam menanggulangi stunting, atau anak yang berkembang di luar kewajaran. Salah satunya adalah seperti dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) untuk menekan angka stunting. Hal itu dilakukan dengan mewajibkan pendampingan, konseling, dan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin tiga bulan sebelum menikah.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pencegahan stunting bagi calon pengantin bukan hanya perintah negara, tetapi juga perintah agama. “Pencegahan stunting itu perintah agama karena menyiapkan generasi terbaik itu risalah nubuwwah. Jadi karena perintah agama mari kita bersama sama memberi perhatian dengan penurunan stunting di Indonesia,” ujar Gus Yaqut seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat (11/03/2022).
Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen. Artinya 1 dari 4 anak di Tanah Air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen.
Untuk diketahui, stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya.
“Stunting jangan hanya menjadi tanggung jawab BKKBN dan Kementerian Agama, tetapi hal ini harus menjadi tanggung jawab kita semua,” katanya. Dengan demikian, maka semua pihak terpanggil dalam menanggulangi hal ini, lanjutnya.
Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, idealnya setiap calon pengantin memeriksakan kondisi kesehatannya tiga bulan sebelum menikah. Adapun pemeriksaan itu meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb. Hasil pemeriksaan nantinya dimasukkan melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil).
“Setelah semua data diinput, jika ada kerepotan untuk mengisi, maka akan ada yang mendampingi seperti tim pendamping keluarga (TPK), bidan dan yang lainnya,” jelas Hasto.