Kebijakan bebas karantina untuk pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) ke Bali diharapkan menjadi momentum untuk menggairahkan kembali pariwisata di Indonesia.
Kebijakan karantina yang diberlakukan di masa PPKM {Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat} sudah lama menjadi momok bagi pelaku perjalanan dan pelaku bisnis pariwisata di Tanah Air. Terlebih di Bali, yang sebagian besar ekonominya tergantung pada pariwisata.
Selama ini, aturan karantina telah membuat wisatawan mancanegara enggan datang. Mereka tentunya keberatan waktunya habis di hotel untuk karantina, padahal mereka ingin bepergian menikmati berbagai keindahan alam dan hiburan di destinasi wisata pilihan mereka. Tak hanya kehilangan waktu, mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit.
“Selain syarat PCR, lamanya waktu karantina kerap dikeluhkan oleh wisatawan,” tutur M. Arta, seorang pengelola villa di Ubud, Bali. Ia tak menampik bila kebijakan karantina menjadi salah satu faktor yang membuat turis asing mengurungkan niat berlibur ke Bali dan mengalihkan tujuan destinasinya ke negara lain.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kunjungan wisman merosot tajam selama pandemi Covid-19. Wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia tahun 2020 hanya 4 juta atau 25%.dari tahun sebelumnya. Tahun 2021, berkurang lagi menjadi 1,5 juta.
Pada Januari 2022, kunjungan wisman mencapai 143.740 kunjungan, naik 13,62% dibandingkan jumlah kunjungan pada Januari 2021. Namun, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, jumlah kunjungan wisman pada Januari 2022 turun sebesar 12,15%.
Tahun 2020, Bali hanya menerima kunjungan 1,07 juta wisman. Sedangkan, tahun 2021 malah kehilangan hampir 100%, hanya mencatat 51 kunjungan wisman.
Pengusaha hotel dan villa mengakui betapa berat beban yang ditanggung dengan minimnya jumlah wisatawan di Bali. Di satu sisi, pendapatan merosot bahkan ada yang sampai nol, sedangkan di sisi lain biaya operasi dan pemeliharaan tetap harus dikeluarkan. Karena itulah, pengusaha sangat berharap pandemi segera berlalu dan sektor pariwisata menggeliat lagi.
Momentum
Tahun 2019, wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia mencapai 16,1 juta, dengan devisa negara yang dihasilkan sebesar US$ 16,9 miliar. Dari jumlah wisman itu, sebanyak 6,27 juta di antaranya datang ke Bali.
Tapi, setelah kasus corona ditemukan di Indonesia, semuanya berubah drastis. Berbagai pembatasan yang diberlakukan pemerintah, termasuk larangan masuknya wisman, membuat denyut bisnis pariwisata di Bali seakan berhenti.
Uji coba bebas karantina (zero quarantine) untuk pelaku perjalanan luar negeri ke Bali, yang mulai diberlakukan Senin (7/3/2022), membersihkan harapan akan meningkatnya animo wisatawan mancanegara untuk datang ke Pulau Dewata. Hal itu, tentu saja, akan membuat pariwisata Bali mulai berdenyut lagi. Apalagi, bersamaan dengan kebijakan bebas karantina untuk PPLN ini, Pemerintah juga membebaskan tes antigen dan PCR untuk pelaku perjalanan domestik, yang sudah menjalani vaksin lengkap.
Tren endemik Covid-19 itu sudah terlihat di sejumlah negara yang belakangan melonggarkan protokol kesehatan mereka. Dengan demikian, dia berharap pemerintah dapat mengevaluasi kembali upaya pemulihan ekonomi nasional dengan data pandemi ini.
Para pelaku industri pariwisata sebenarnya sudah siap tancap gas untuk memanfaatkan momentum pemulihan sektor pariwisata Indonesia pada tahun 2022. Mereka melihat adanya hasrat yang terpendam dari masyarakat untuk berwisata setelah sekian lama tidak bisa melakukannya karena kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat yang dibuat pemerintah untuk menekan penularan kasus Covid-19.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus berupaya untuk memulihkan sektor wisata dan ekraf di tengah pandemi Covid-19.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahudin Uno meyakini pariwisata Indonesia mampu bangkit dengan berbagai upaya yang tengah dilakukan.
Langkah-langkah pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif yang dilakukan yakni peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), revitalisasi destinasi pariwisata dan infrastruktur ekonomi kreatif, peningkatan resiliensi dan daya saing usaha, inovasi produk dan jasa, serta pemulihan dan perluasan pasar.
Selain itu, juga mengembangkan destinasi pariwisata prioritas. Yakni lima destinasi pariwisata super prioritas, terdiri dari Danau Toba, Borobudur dan sekitarnya (Yogyakarta dan Jawa Tengah), Lombok-Mandalika, Labuan Bajo dan Manado-Likupang. Kemudian disusul lima destinasi pariwisata prioritas berikutnya yaitu Bangka Belitung, Bromo-Tengger-Semeru, Wakatobi, Raja Ampat dan Morotai.
Di tengah pembangunan masif pada destinasi super prioritas, Kemenkraf juga menggiatkan pembangunan skala mikro, yaitu desa wisata. Menurut Sandiaga, lebih dari 1.500 desa wisata telah terdaftar menjadi bagian dari lokomotif kebangkitan ekonomi. Ia pun rajin melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah di Indonesia.
Menurut Sandi, strategi mengembangkan investasi pariwisata dan ekonomi kreatif terdiri dari tiga pilar utama yakni profiling, promosi dan advokasi. Pihaknya terus mendorong adanya insentif fiskal untuk investasi sektor pariwisata, mengingat jumlah lapangan pekerjaan yang diciptakan begitu masif sekitar 34 juta lapangan kerja.