Search

Saling Support Dampingi Suami dalam Kiprah Politik

Banyak pihak salah sangka terkait gaya hidup istri pejabat. Padahal bukan tanpa risiko, kehidupan yang tidak lepas dari publikasi. Membuat privasi bahkan keselamatan mereka menjadi taruhannya.

Derasnya arus politik tak jarang menimbulkan beberapa konflik. Bahkan pihak keluarga yang menggeluti bidang yang berbeda kadang terkena dampaknya. Begitupun yang pernah dirasakan Eni Yaqut Cholil istri dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang dilantik sejak Desember 2020.

Itu merupakan risiko sebagai istri dari politisi, baginya ritme kehidupan yang harus dijalani tidak selamanya berjalan mulus. Banyak pihak yang pro dan kontra dengan kebijakan yang dibuat suaminya, tentu akan banyak pembahasan yang pro kontra pula di mata publik.

jadi sedikit banyak saya sudah tau sudah punya gambaran tentang kegiatanya dia yang nggak kenal jam yang nggak kenal result maksudnya result 9:18 jadi itupun sudah mulai ngerti gitukan saya pahami jadi ya pada saat nikah kemudian beliau aktif masih tetep dipolitik kemudian nyobak ke Wabup ya maksudnya sudah terbiasa sih kalau saya sudah nggak terlalu kaget lagi gitu karna ritme sudah tau.

“Ya pastinya wajar kalau saya ada rasa khawatir. Seperti pada insiden pembakaran bendera dulu, itu luar biasa sekali dampaknya ke keluarga saya. Tidak hanya di medsos saja, kalau nggak salah bisa berperan. Tidak lama setelah peristiwa itu kami pindah ke Condet Jakart. Bahkan belum lama pindah rumah sejak kejadian itu sudah foto-foto rumah kami yang baru,” kata perempuan kelahiran Rembang 19 Maret 1975 ini.

Perempuan dengan sapaan Ning Eni ini mengaku, sempat meminta sahabat Ansor untuk membantu berjaga-jaga di rumah. Dengan tanpa menggunakan seragam. Karena saat peristiwa itu terjadi daerah rumahnya masih cukup sepi. Sedangkan di rumah hanya dihuni oleh anggota keluarga  perempuan saja.

Baca Juga:  Mona Ratuliu - Sambut Ramadlan dengan Antusias

Memang, rumah Ning Eni juga dijadikan sebagai basecamp orang-orang politik. Jadi perasaan takut dan gemetar tak ayal menghampirinya hampir setiap hari. Tetapi hal ini tidak membuatnya menyerah untuk tetap berpikiran positif terhadap perjuangan suaminya.

“Jadi saya agak degdegan ketika ada sekelompok orang datang. Tau nggak jawabanya suami apa? wong nduwe gusti Allah kok wedi  orang punya Gusti Allah masa takut. Perkataan itu sampai saat ini menjadi senjata untuk saya,”akunya.

Walaupun Ning Ena kadang merasakan sedih, ketika melihat komentar-komentar baik online maupun bisikan orang yang didengar secara langsung. Bahkan ada yang mengarah ke fitnah kepada keluarganya, dirinya mengerti bahwa itu salah satu konsekuensi. Menjaga kepercayaan kepada suami, anak, maupun keluarga besar menjadi salah satu senjata baginya.

“Tugas saya adalah menguatkan anak-anak. Dengan berjalanya waktu dan banyaknya support, bisa menjaga kami dari keadaan sedih maupun senang. Kami saling bergantung untuk membangkitkan semangat,”aku Pengurus Cabang (PC) Fatayat NU Rembang 2004-2016 ini.

Sebagai Orangtua

Tanggungjawab istri selain mendampingi dan menjaga nama baik keluarga, juga memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Tentunya dengan berbagi peran dengan suami. Menurut Ning Eni, peran ayah bagi seorang anak sama pentingnya dengan peran ibu. Jadi keduanya harus memberikan porsi yang sama, tanggungjawab, dan kasing sayang yang sama kepada anak-anaknya.

Baca Juga:  Luluk Nur Hamidah - Pantau Kekerasan Seksual

“Kami sepakat, tanggung jawab pendidikan dan kesejahteraan anak ada di kedua orang tua. Jadi kita sepakat untuk masalah pendidikan harusnya dimana, negeri atau swasta. Tidak bisa hanya dipasrahkan kepada keinginan anak. karena pendidikan adalah bekal anak kami sampai mereka tua nanti,”tutur lulusan Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor ini.

Menurut Ning Ena, pertama, anak-anaknya ditawari mau sekolah swasta atau tidak. Kemudian diberikan pilihan. Baik umum maupun di sekolah swasta yang berbasis islam. Anak-anak diutamakan memiliki bekal agama yang bagus. Meski tidak harus memaksakan anak untuk mondok. Setidaknya alasan yang anak-anak utarakan bernilai positif, dan dijalani dengan baik.

“Kami beri mereka pengertian dan konsekuensi atas pilihan mereka. Itu salah satu yang selalu ditanamkan suami ke anak-anak. Semua rata-rata sama, yang penting kalau yang ada hubunganya dengan pekerjaan dan prinsip prinsip yang dianut oleh anaknya, mestinya mereka juga sudah bisa menerima. Saya selalu bicara dengan anak-anak, untuk mengingatkan bahwa mereka cucu kiai, jadi harus menjaga,”ungkap menantu dari Kiai Cholil Bisri ini.

Ning Eni menerangkan, yang pasti dalam setiap pembelajaran kepada anak, paling penting adalah nilai. Sebagai pondasi mereka dalam bersilaturahmi dengan teman-temannya. Dirinya selalu menanamkan kepada anaknya bahwa sebuah perbedaan dalam pergaulan adalah indah.

Meskipun dalam penanaman toleransi itu prakteknya megkhawatirkan. Orangtua bisa berbicara tentang teori.  Tetapi tetap berbeda dalam prakteknya. Anak-anak di masa pandemi tidak bisa bermain dengan teman-temannya. Selama dua tahun ini masa bergaul anak banyak tersita. Padahal itu salah satu pembelajaran toleransi yang cukup baik.

Baca Juga:  Prihatin Cyberbullying

“Abahnya juga selalu menekankan kepada anak-anak, untuk mengaanggap orang lain sebagai human. Misalnya kalau ada teman yang bersalah mereka juga wajib memaafkan. Begitupun kalau dirinya salah wajib juga meminta maaf. Tidak kemudian menyalahkan diri sendiri. Jadi kalo be imperfect, saya selalu menanamkan ke mereka perfectsionist itu tidak ada masalah. Tapi be imperfect pun juga tidak bagus,”paparnya.

Menurutnya, karena memang prinsip yang dibawa Gus Yaqut kepada anak-anak adalah harus bisa menerima konsekuensi. Baik ada masalah hadist yang pernah menimpa ayah mereka. Karena anak-anak memang sudah bisa membaca komentar netizen dari internet. Anak-anaknya sudah bisa memilih mana yang benar dan tidak.

“Mungkin saya juga banyak bicara di beberapa forum, kemudian saya juga termasuk ceriwis, saya memposisikan diri saya sebagai Mbok Ban membantu menjawab akun negatif yang bernada memberikan fitnah. Memang ini jarang dilakukan oleh istri-istri menteri yang memilih diam,”ungkapnya.

Ning Eni tergolong sebagai orang yang berani dalam mengungkapkan pendapatnya melalui medsos. Hal ini dilakukanya karena anak-anaknya sudah bisa membaca berbagai komentar netizen. Baik yang bernada mendukung, mengkritik, bahkan menjatuhkan. Dirinya berupaya menjawab keinginan anak-anaknya untuk berbicara apa yang mereka keluhkan.

“Waktu itu saya harus mendampingi anak saya, menjaga mereka dari rasa sakit hati. Dengan berperan memberi dukungan. Tidak peduli apa posisi saya di luar jika saya di dalam rumah harus menjadi posisi tengah, siapa sebenarnya saya, dan kerjakan pekerjaan yang penting untuk melindungi anak-anak saya,”pungkasnya. Diah

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA