Search

Liesmia Harwanto, Owner Resto Gule Kepala Ikan, Solo Menghadirkan Semangat Ilahiah dalam Bisnis

Jatuh bangun dalam berbisnis itu hal biasa. Bagi para pebisnis hal itu justru dijadikan sebuah pelajaran, sekaligus sebagai pelecut untuk menuju kesuksesan. Begitulah insting pebisnis yang satu ini, dan sukses membuka usaha kuliner di Solo, Jawa Tengah.

Menjadi istri dari seorang pegawai sawsta hanya mendapat kenikmatan sesaat. Beda dengan istri pejabat yang masih memiliki dana pensiun. Hal itulah yang sempat dialami Liesmia Harwanto.

Perempuan yang menikah pada 1993 dengan seorang pegawai di perusahaan multinasional di Jakarta, memang sempat merasakan manisnya hidup. Karena dengan karir dan gaji sang suami yang cukup menjanjikan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Semua berjalan mulus. Alhamdulillah karir suami melejit sehingga kami merasa bersyukur kala itu. Rasanya hidup saya sempurna,” kenang Liesmia.

Pernikahannya berjalan seperti orang pada umumnya. Suatu hari sang suami mengatakan kepada sang istri. “Ma, kalau suatu hari saya tidak ada, anak-anak bagaimana?” katanya menirukan pertanyaan suami kala itu.

Dari kalimat yang singkat itu, Mbak Lies –sapaan akrabnya– menjadi berpikir panjang dan penuh dengan keseriusan. Mulailah Lies membuka usaha berjualan baju bekas di garansi rumahnya, di kawasan elite Jakarta. Hampir bersamaan, istri dari Ir Agus Harwanto MM, ini juga membuka usaha katering. Seperti menemukan jodoh, kedua usaha itu berkembang pesat.

Dari garasi, kini usaha baju bekas yang digelutinya mencapai 15 outlet di Jakarta. Sementara kateringnya juga mengalami peningkatan. Dalam sehari Lies melayani tiga ribu rantang dari karyawan kantor maupun rumah tangga. Dari usaha itu, kemudian Lies membuka usaha di bidang properti.

Baca Juga:  Lestari Moerdijat Keterwakilan Perempuan di Politik

“Kami berdua semakin yakin dengan usaha yang kami tekuni. Saya juga memiliki butik, melayani parsel, dan advertising waktu itu,” lanjut perempuan yang lebih suka disapa Mbak Lies ini.

Usaha properti yang dicobanya ternyata memberikan hasil yang memuaskan. Tak mau setengah-setengah, suaminya Agus pun resign dari perusahaannya, dan memilih fokus dengan bisnisnya tersebut. Tak heran, aset Agus dan Lies pun bertambah dalam waktu singkat.

Namun, kebahagiaan itu tak berselang lama, krisis moneter yang terjadi pada 1998 rupanya berimbas pada bisnisnya. Parahnya lagi, suami istri itu, menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh koleganya. Dalam waktu sekejap, sebagian besar asetnya ludes.

Tak berpikir panjang, Lies akhirnya memutuskan pulang ke kampung halaman suami di Solo. Semua berawal dari nol.  ”Harta kami habis, tidak ada lagi rumah yang dulu lebih dari satu di Jakarta. Hanya sedikit yang tersisa, dan hanya cukup untuk biaya hidup di Solo. Kami pun kontrak rumah dengan kondisi yang sangat memilukan, ada yang bocor di sana-sini. Dan beberapa kali pindah,” kata Lies mengenang masa lalunya dengan mata berkaca-kaca.

Bukan itu saja, si bungsu yang waktu itu duduk di bangku SMP, ikut merasakan imbasnya. Selama enam bulan, Lies tidak mampu membayar uang sekolah anaknya. Bahkan, ibu dari Ilyasa Micco Harwanto dan Vialisa Fanny Harwanto ini, harus membeli beras setiap hari, karena tidak mampu membeli dalam jumlah banyak.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Eks Bupati Buru Selatan Tersangka Suap dan TPPU

Tragisnya lagi, usaha yang mulai dirintisnya, berjualan batik, tidak bertahan lama.  Bak cerita di sinetron, kehidupan Lies berbalik 180 derajat. Ia mengiyakan bahwa roda kehidupan itu ada. Namun, dari situlah Lies menjadi paham bagaimana rasanya menjadi orang bawah.

Meski demikian, pahitnya kehidupan ini tidak membuatnya putus asa. Lies menjadi lebih sering introspeksi diri, mengikuti pengajian untuk menguatkan keimanannya. Setelah rutin, mengikuti pengajian, Lies menjadi lebih yakin menjalani hari-harinya.

“Saya menjadi lebih paham apa tujuan hidup. Dan jika disimpulkan, saya memiliki pilar-pilar pedoman hidup. Di antaranya, kembali kepada Al-Quran, menghadirkan Tuhan dalam keluarga, me-manage harta, dan memuliakan orang tua. Insya Allah bila istiqamah, lebih ringan jalani hidup ini,” papar Lies panjang.

Sedekah Pangkal Kaya

Perlahan, Lies kembali bangkit memulai usaha di bidang resto. Idenya adalah membuat olahan kepala ikan. “Selama ini kepala ikan dibuang begitu saja. Setelah dipisah kulit dan dagingnya, kepala ikan menjadi limbah. Padahal itu masih bisa dimanfaatkan. Inilah yang membuat saya tergerak,” ungkap Lies.

Tak butuh waktu lama, Lies pun memulai usaha kuliner dengan mengolah kepala ikan berbumbu gule. Tercetuslah, gule kepala ikan sebagai label usaha barunya ini. “Saya tambahkan nama suami agar berkah dan mudah diingat,” celetuknya.

Dengan modal pas pasan, Lies membuka warungnya di depan Bioskop Galaxy di Solo. Karena sangat sederhana, warung kaki lima itu hanya beratap langit. “Jadi kalau hujan pasti buyar deh, karena tidak ada penutupnya,” cerita Lies.

Baca Juga:  Jenderal Dudung Abdurachman - Salut Prajurit Gagalkan Begal

Pada bulan-bulan pertama, belum ada pemasukan. Ini yang membuat Lies kembali introspeksi diri, ia jadi gemar bersedekah. “Saya mungkin orang Islam yang paling pelit, karena hanya bersedekah 2,5 persen, itu saat Lebaran dan Ramadhan saja,” jelasnya.

“Semakin banyak sedekah, semakin banyak pula Allah memberikan rezeki. Bahkan di saat susah pun tetap harus sedekah. Juga menyantuni anak yatim. Itulah yang saya lakukan,” tambah perempuan kelahiran Pacitan itu.

Meski begitu, Lies masih tetap bekerja keras, bangun pukul 03.00 pagi, pergi ke pasar untuk belanja. Saat siang, ia harus melayani tamu sekaligus menjadi kasir. Sementara suami berperan sebagai tukang cuci ikan dan cuci piring, karena memang karyawan tidak banyak. “Karyawan saya kebanyakan anak-anak yang tidak lulus sekolah dan menyandang status cacat,” aku Lies.

Akhirnya, tak terduga ada perubahan drastis yang dialami Lies. Pada bulan ke lima, Lies sudah bisa menyewa ruangan di dalam bioskop dengan kapasitas 200 orang. Kini Lies sudah memiliki resto di Jalan Honggowongso, Solo. Bahkan, hingga saat ini cabang gule kepala ikan miliknya sudah tersebar di hampir setiap kota/kabupaten di seluruh Jawa dan Bali.

Bukan itu saja, Lies juga mengembangkan warung soto dan ayam goreng berlabel Utami yang telah memiliki dua cabang. Usaha lainnya adalah produk olahan pertanian dan perikanan, aneka makanan ringan yang dijual dalam gerobak, serta minuman kesehatan berlabel Healthy Water siap minum. * Rofi’i Boenawi

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA