Search

Sinergi Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan dalam Nahdlatul Ulama : Pendekatan Perencanaan Partisipatif untuk Pengembangan Keumatan
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di dunia memiliki peran signifikan dalam menjaga harmoni sosial dan mendorong pengembangan keumatan. Salah satu tantangan yang dihadapi NU adalah menjembatani kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan dalam berbagai aspek, termasuk sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam konteks ini, pendekatan perencanaan partisipatif menjadi solusi strategis untuk menciptakan sinergi antara kedua kelompok masyarakat tersebut.

Masyarakat pedesaan cenderung memiliki ikatan sosial yang kuat dengan tradisi dan adat istiadat. Mereka umumnya bergantung pada sektor agraris, memiliki tingkat pendidikan yang beragam, dan akses terbatas terhadap teknologi modern. Sebaliknya, masyarakat perkotaan lebih terpapar pada modernitas, dengan akses luas ke pendidikan, teknologi, dan ekonomi berbasis jasa. Meski demikian, hubungan antara keduanya sangat erat, terutama dalam konteks migrasi, perdagangan, dan komunikasi lintas wilayah. Namun, perbedaan ini sering kali memunculkan kesenjangan yang dapat memicu tantangan seperti ketimpangan ekonomi, peminggiran sosial, dan konflik budaya.

Oleh karena itu, NU perlu mengambil peran untuk menciptakan kolaborasi yang inklusif dan berkelanjutan. Di pedesaan, NU berakar pada tradisi keagamaan yang kuat, seperti pengajian, pesantren, dan kegiatan sosial berbasis komunitas. Sebaliknya, di perkotaan, NU sering menjadi motor penggerak intelektualisme Islam, pengembangan ekonomi modern, serta advokasi kebijakan publik. Dengan membangun sinergi antara keduanya, NU dapat memperkuat posisi organisasi sekaligus menjawab tantangan modernisasi tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.

Baca Juga:  Ketua DPRD Langkat Diperiksa di Kasus Kerangkeng Manusia

Pendekatan perencanaan partisipatif menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam perencanaan dan implementasi program pembangunan. Dalam konteks NU, pendekatan ini memungkinkan anggota dari berbagai lapisan masyarakat (baik pedesaan maupun perkotaan) untuk berkontribusi dalam merumuskan program dan kebijakan organisasi. Pendekatan ini relevan untuk NU karena : 1) Konteks Kultural dan Keagamaan. Dalam tradisi NU, pendekatan berbasis musyawarah dan kebersamaan sesuai dengan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyyah (Aswaja An Nahdliyyah). Melalui forum-forum seperti bahtsul masail dan majelis taklim, masyarakat dapat terlibat aktif dalam menentukan prioritas pembangunan. 2) Penguatan Kapasitas Lokal. Dengan melibatkan masyarakat pedesaan dan perkotaan dalam perencanaan, potensi lokal dapat dimaksimalkan. Masyarakat pedesaan dapat berkontribusi dalam aspek kearifan lokal, sementara masyarakat perkotaan dapat menawarkan akses terhadap sumber daya teknologi, modal, dan jaringan. 3) Integrasi Sumber Daya dan Potensi Wilayah. Perencanaan partisipatif memungkinkan terjadinya kolaborasi berbasis potensi wilayah. Sebagai contoh, produk pertanian dari desa dapat dipasarkan ke kota dengan dukungan pelatihan manajemen usaha dan pemasaran digital oleh masyarakat kota.

Baca Juga:  Jamaah Indonesia Antusias Shalat Jumat Perdana di Masjidil Haram

Strategi NU dalam membangun sinergi, yaitu : 1) Mendirikan Pusat Pengembangan Keumatan Berbasis Partisipatif. NU dapat membangun pusat-pusat pelatihan di daerah pedesaan dan perkotaan untuk memfasilitasi dialog, pelatihan keterampilan, dan penguatan kapasitas masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan. 2) Memperkuat Jejaring Ekonomi Keumatan. Dengan pendekatan koperasi syariah, marketplace berbasis komunitas, dan program pendampingan usaha kecil, NU dapat mendorong kolaborasi ekonomi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. 3) Digitalisasi dan Literasi Teknologi. NU dapat memanfaatkan teknologi digital untuk mendekatkan masyarakat pedesaan dan perkotaan. Pelatihan literasi digital dan akses platform daring dapat menjadi jembatan untuk memasarkan potensi lokal pedesaan di pasar perkotaan. 4) Peningkatan Pendidikan dan Kebudayaan. Melalui lembaga pendidikan NU, baik di pedesaan maupun perkotaan, NU dapat memperkuat pemahaman lintas budaya dan mengatasi stigma, serta stereotip antara masyarakat desa dan kota.

Baca Juga:  Ziarahi Makam Kiai As’ad, Kiai Ma’ruf Amin Disambut Haru

Dampak positif sinergi ini, yaitu : 1) Peningkatan kesejahteraan ekonomi sebagai hasil kolaborasi agraris dan industri kreatif perkotaan. 2) Penguatan harmoni sosial yang berpotensi untuk mengurangi kesenjangan dan mendorong solidaritas antara desa dan kota. 3) Pemeliharaan tradisi dan modernitas yang berpotensi untuk menjaga nilai-nilai lokal sembari mengadopsi inovasi modern.

Sinergi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan dalam NU melalui pendekatan perencanaan partisipatif adalah langkah strategis untuk pengembangan keumatan. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat solidaritas internal NU, tetapi juga menjadikannya sebagai Agen Perubahan (Agent of Change) yang relevan dalam menjawab tantangan zaman. Dengan kolaborasi yang erat antara desa dan kota, NU dapat terus menjadi organisasi yang inklusif, adaptif, dan berdampak bagi umat.

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA