Majalalahaula.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengajak mahasiswa dari seluruh kampus di tanah air untuk ikut terlibat melakukan penelitian tentang matahari yang juga merupakan pusat tata surya.
Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN Johan Muhamad mengungkapkan perguruan tinggi bisa bergabung melakukan riset tentang matahari bersama BRIN melalui beragam skema.
“Kami berharap banyak universitas bisa bergabung bersama kami melalui berbagai macam skema, baik itu praktik kerja lapangan atau pun mengerjakan tugas akhir berupa skripsi, tesis, bahkan disertasi di BRIN untuk topik riset matahari dan aktivitasnya,” kata Johan, dikutip dari kantor berita Antara, Sabtu (16/3/2024).
Hingga saat ini, sudah ada beberapa kampus yang melakukan riset seputar matahari. Di antaranya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Sumatera (Itera).
Pengaruh Matahari terhadap Bumi
Johan menyebut matahari adalah bintang paling dekat dengan bumi. Sehingga, aktivitas matahari banyak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makhluk di bumi.
“Di matahari ada bintik-bintik yang disebut sunspot. Sunspot mengalami perubahan dalam setiap kemunculannya,” ungkapnya, dilansir dari laman BRIN.
Menurutnya, aktivitas matahari dapat secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di ruang antar planet dan ionosfer. Hal tersebut dapat menimbulkan banyak fenomena alam di bumi.
“Kami mengkaji filamen tersebut dari mulai evolusinya, pembentukannya, sampai kemudian karakteristiknya. Sehingga, kita bisa ketahui kira-kira yang akan berbahaya bagi bumi itu seperti apa,” jelasnya.
Masyarakat Bisa Pantau Aktivitas Matahari
Johan bersama BRIN hingga saat ini terus berupaya memantau fenomena terkait matahari. Contoh peristiwa besar terkait matahari pernah terjadi pada 2023 yakni gerhana matahari total di Indonesia Timur.
“Kami melakukan ekspedisi untuk melakukan pengamatan gerhana matahari dan data-datanya itu sangat banyak. Termasuk kami kerja sama juga dengan Institut Teknologi Sumatra (Itera) menggunakan data mereka untuk mengkaji bentuk-bentuk korona matahari,” tuturnya.
Ia menambahkan aktivitas matahari tidak selalu sama setiap saat. Ada kalanya matahari sangat aktif melepas energi eksplosif juga terkadang matahari ada di fase tenang.
Siklus matahari ini sudah mulai diamati para ilmuwan sejak abad ke-18. BRIN memprediksi matahari akan mengalami aktivitas puncaknya pada 2024-2025.
Pada saat itu, frekuensi kejadian flare pada matahari bisa meningkat. Bahkan, lontaran massa koronanya dapat mengalami pertambahan.
Kini, masyarakat ternyata sudah bisa memantau fenomena matahari lewat web yang disediakan BRIN yakni Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS) di laman https://swifts.brin.go.id/.
Web tersebut menyediakan informasi seputar aktivitas matahari selama 24 jam. Data di laman SWIFtS adalah rangkuman dari hasil pengamatan yang ada di seluruh wilayah Indonesia dan dunia.
“Selain itu, masyarakat juga dapat mengetahui prediksi cuaca antariksa dalam 24 jam mendatang berdasarkan hasil analalisis para peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN. Laman web SWIFtS ditampilkan dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, untuk memfasilitasi pembaca dari Indonesia dan mancanegara,” pungkas Johan.