Majalahaula.id – Kabar baik kepada mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus ke luar negeri pada era Presiden Soekarno dan tidak bisa kembali karena rezim Soeharto. Mereka mendapatkan layanan gratis mengurus visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali ke Indonesia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, layanan ini juga diberikan kepada para korban pelanggaran HAM berat atau eksil politik. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pertemuannya bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD dengan korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Amsterdam. “Dikenakan tarif 0 (nol) rupiah,” kata Yasonna di Gedung Pertemuan De Schakel, Amsterdam, Belanda, Ahad (27/08/2023) waktu setempat dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/08/2023).
Yasonna mengatakan, kebijakan ini mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian Bagi Korban Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat pada 11 Agustus 2023. Dalam beleid yang ada disebutkan, para korban yang sudah diverifikasi bisa repatriasi atau melawat ke Indonesia dengan lebih mudah. Untuk mendapatkan fasilitas layanan ini, mantan mahasiswa era Soekarno itu harus melayangkan permohonan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tempat mereka menetap.
KBRI nantinya akan meneruskan permohonan itu ke pemerintah pusat RI. Fasilitas visa itu kemudian diterbitkan oleh Menkumham maupun pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Tindakan ini atas rekomendasi Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Kemenko Polhukam).
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kebijakan ini merupakan implementasi Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. “Para korban diberikan kemudahan dalam mendapatkan layanan keimigrasian untuk berkunjung ke Indonesia,” kata Mahfud di Amsterdam.
Adapun mantan Mahid dan korban pelanggaran HAM era Soekarno yang terpaksa melarikan diri ke luar negeri dan kini menetap di Belanda mayoritas tidak lagi menyandang status kewarganegaraan Indonesia. Mereka mulanya tidak sedang belajar di Belanda, melainkan pelarian dari eks Mahid di negara lain.(Ful)