Majalahaula.id – Lembaga Ittihadul Muballighin (LIM) Pondok Pesantren Lirboyo mengadakan acara pelepasan guru bantu dengan mengirimkan 266 Mahasantri kepada pemohon 166 lembaga. Acara pelepasan tersebut dilaksanakan di Aula Al-Muktamar Pondok Lirboyo, pada hari Selasa yang bertepatan dengan 25 Syawal 1444 H.
Agenda pelepasan guru bantu ini sedikit mundur dari tahun-tahun sebelumnya, yang biasanya penjemputan dilakukan pada tanggal 20 Syawal, pada tahun ini dilakukan pada 25 Syawal. Hal ini karena menyesuaikan dengan kembalinya santri ke Pondok Lirboyo pada tanggal 17 Syawal.
Ahmad Zulfa mengungkapkan permohonan maaf kepada segenap pesantren yang pada tahun ini belum bisa berkesempatan mendapatkan guru bantu.
“Terdapat 209 lembaga pemohon, sedang yang bisa direalisasikan hanya 166 lembaga. Sehingga terdapat 43 lembaga yang belum bisa mendapatkan tenaga guru bantu. Faktor ini tidak lain utamanya adalah keterbatasan tenaga pengajar. Sehingga kami mohon maklum dan mohon maaf kepada beberapa lembaga yang belum terealisasi tenaga bantunya.” Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua LIM tersebut.
Pada tahun ini, lebih dari 800 mahasantri yang memasuki masa wajib khidmah atau masa akademik di semester VII dan VIII. Sebanyak 266 mahasantri yang ditugaskan di luar Pondok Lirboyo, sedang selebihnya ditempatkan di internal Pondok Lirboyo sendiri, memandang semakin berkembangnya pondok induk maupun unit di Pesantren Lirboyo.
“Jangan kemudian berpikir mereka ini adalah sisa-sisa yang telah diambil di internal pondok lirboyo. Akan tetapi perekrutan tenaga bantu dilakukan secara proporsional, dan perlunya untuk lebih yakin bahwa mereka adalah mahasantri dari Pondok Lirboyo, yang tidak jauh berbeda kemampuan dan skill mereka dengan mahasantri-mahasantri yang dibutuhkan di sini (Pondok Lirboyo).” Ungkap HM. Dahlan Ridlwan (salah satu Pimpinan Madrasah Hidayatul Mubtadiin).
HM. Dahlan Ridlwan juga memberikan pesan kepada mahasantri yang masih dalam masa wajib khidmah, agar tidak memiliki anggapan bahwa tugas sebagai guru bantu atau pengajar, semata-mata untuk menyelesaikan masa wajib khidmah. Akan tetapi jadikan masa wajib khidmah atau pengajar sebagai masa belajar yang penting untuk menambah keilmuan dalam mengajar dan bermasyarakat, sebagaimana tujuan diadakannya wajib Khidmah.
Acara kemudian dilanjutkan dengan mauidhoh hasanah yang disampaikan oleh KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus. Dalam mauidhohnya, beliau menekankan kepada segenap tenaga guru bantu untuk mengikuti aturan-aturan pondok yang ditempati, kecuali kalau telah jelas adanya penyimpangan. Walaupun begitu, dalam sarana meluruskannya harus menggunakan adab.
“Jangan sampai nahi munkar justru menimbulkan kemungkaran atau keharaman yang lebih.” Mengutip salah satu dawuh beliau.
Pelepasan guru bantu ini diakhiri dengan mushofahah bersama KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus dan ditemukannya guru bantu dengan segenap pemohon untuk diberangkatkan di tempat tugasnya masing-masing.
Sebagai informasi tambahan, penugasan wilayah guru bantu yang paling jauh terdapat di kabupaten Jayawijaya, Papua. Kemudian di sebelah barat peta Indonesia di daerah Medan. Dan yang terbaru, juga dikirimkan di wilayah Maluku. Para guru bantu ini menyelesaikan penugasannya dan dikembalikan di Pesantren Lirboyo pada tanggal 5 sya’ban 1445 H.