Majalahaula.id – Memasuki Abad keduanya, Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan sebuah tekad. Tekad itu merupakan hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang digelar Senin (6/2/2023) lalu di Surabaya. Dokumen terangkum dalam enam poin yang dibacakan Ketua Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri dalam bahasa Arab dan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Ketua Panitia Harlah 1 Abad NU Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid.
”Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fikih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah, harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat,” ujar putri almarhum Gus Dur.
Alasannya, lanjut Yenny, cita-cita mendirikan kembali negara khilafah dengan cara berhadap-hadapan dengan nonmuslim bukanlah hal yang pantas diusahakan. Juga, tak pantas dijadikan sebagai sebuah aspirasi. “Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama,” lanjutnya.
Atau maqashidussyariah yang tergambar dalam lima prinsip. Yaitu, menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.
Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut. Sebab, menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik. Lebih dari itu, jika nanti akhirnya berhasil, usaha-usaha tersebut juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara-bangsa.
Maka, Nahdlatul Ulama mengusulkan cara yang lebih manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah). Yakni, memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia. ”Dan mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam, ukhuwah basyariyyah,” ungkap Yenny.(Vin)