Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dan Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) atau Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta menyelenggarakan seminar Pseudo Pesantren: Definisi, Otentifiksi dan Validasi Pesantren pada Rabu, (3/8/2022) di Aula Kantor PWNU DKI Jakarta.
Kegiatan itu dibuka oleh Ketua PWNU Jakarta KH Samsul Ma’arif MA dengan pengantar KH Taufik Damas Lc dan narasumber Dr KH Basnang Said SAg MAg (Kasubrektorat Pendidikan Pesantren Kemenag RI), KH Abdul Ghaffar Rozin MEd (ketua Majelis Masyayikh), Dr KH Fuad Thohari (PWNU DKI Jakarta), KH Jamaluddin F Hasyim SHI MH, dan KH Rakhmad Zailani Kiki (ketua PW RMI-NU DKI Jakarta).
“Istilah pseudo pesantren dicetuskan untuk mengisi kekosangan istilah yang selama ini membuat nama pesantren menjadi tercermar dan untuk mencegah terjadinya asosiasi negatif dari arti pesantren. Pesantren yang merupakan tempat pembinaan moral, benteng moral dan sebagai tempat pembinaan paham Islam yang moderat, toleran, berpegang teguh kepada Pancasila dan bagian dari penjaga keutuhan NKRI malah menjadi bergeser ke makna negatif, yaitu sebagai tempat melakukan tindakan asusila, kekerasan seksual dan tindakan melawan hukum lainnya; juga menjadi tempat untuk mengajarkan paham keislaman yang sesat, intoleran, tempat kaderisasi teroris yang anti Pancasila serta anti NKRI,” ujar Ketua PW RMI-NU Jakarta yang sekaligus penanggung jawab acara, KH Rakhmad Zailani Kiki yang akrab disapa Ustadz Kiki dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (3/8/2022).
Sedangkan KH Taufik Damas, Lc. dalam pengantar seminar mengatakan bahwa bagi NU yang mewadahi pondok pesantren yang ada di Indonesia maka permasalahan yang mencoreng dunia pendidikan Islam, dalam hal ini pesantren, perlu disikapi dengan arif dan bijaksana. Menurut KH Taufik Damas, perlu dibuat standardisasi pesantren agar pesantren tersebut dapat melahirkan santri yang muttafaqqih fiddin. “Perlu dirumuskan mana pesantren yang dijamin keasliannya dan mana pesantren yang pseudo!” tegasnya.
Dalam sambutannya, Ketua PWNU DKI Jakarta, Dr KH Samsul Ma’arif MA menyatakan bahwa terminologi pseudo pesantren yang dimunculkan oleh Ketua PW RMI-NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki perlu diperbicangkan di kalangan Nahdliyin karena NU adalah basisnya pesantren dan lahirnya tokoh NU tidak lepas dari pesantren.
“Seperti ungkapan KH Mustofa Bisri ‘NU adalah pesantren besar dan pesantren adalah NU kecil’ maka bahasan pesantren harus terus didiskusikan untuk perkembangannya, apalagi adanya kasus-kasus yang mencemari nama pesantren,” ungkap KH Samsul Ma`arif.
Dr KH Basnang SAid SAg MAg sebagai kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Kementerian Agama RI menyampaikan materi berjudul NU dan Jejaring Pesantren. “Materi saya ini berisikan hal-hal yang bertalian dengan NU dan jejaring pesantren. Adanya seminar pseudo pesantren hari ini bertujuan untuk memperkuat gerakan pengurus agar lebih solid dan komunikatif,” ujar KH Basnang Said.
Sedangkan KH Abdul Ghaffar Rozin MEd atau akrab disapa Gus Rozin, ketua Majelis Masyayikh, yang menyampaikan materinya secara daring melalui Zoom meetings menyatakan bahwa maraknya pseudo pesantren beriringan dengan penetapan UU No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.