Kalau mau menelisik lebih dalam makna kiprah perempuan saat Idul Adha sebenarnya demikian dalam. Karena itu diharapkan tradisi kurban dan sejenisnya tidak semata dimaknai sevagai ritual, melainkan mampu mengungkap kehebatan perempuan.
Pandangan tersebut disampaikan dosen Pascasarjana Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (IPTIQ) Jakarta ini yang mengulik kisah dahsyat spiritualitas perempuan pada hari besar umat Islam ini. Bahwa sejarah dalam perayaan hari-hari besar Islam perlu dilihat dengan ‘kacamata baru’ agar horizon pemahaman kita terhadap sejarah lebih lengkap dan utuh.
“Saat punya kacamata baru, mungkin kita antusias melihat pemandangan lama akan seperti apa terlihat. Begitupun saat menemukan kacamata keadilan hakiki perempuan. Rasanya antusias melirik kembali keyakinan, pemahaman, dan narasi keislaman yang sudah lama ada dengan kacamata baru ini. Salah satunya narasi sejarah dalam perayaan hari-hari besar Islam,” katanya, Sabtu (09/07/2022).
Doktor jebolan Universitas Ankara Turki ini mengatakan telah mengangkat Idul Adha perspektif perempuan. Seperti apa gambaran perempuan dalam sejarah yang diabadikan Qur’an. Bagaimana pula narasi yang sering muncul dalam perayaannya, apakah perempuan sama pentingnya dalam peristiwa dan narasi tentangnya. Begitu di antara deret pertanyaan yang mengemuka.
Menurut Nyai Rofiah, sosok Sayyidah Hajar cukup dikenal walau kadang masih lamat-lamat. Padahal ia sesungguhnya adalah perempuan yang menjalankan peran utama dalam sejarah kurban ini.
“Beliau tidak hanya perempuan, tetapi juga budak dan berkulit hitam. Sosok beliau mewakili kelompok sosial yang rentan mengalami diskriminasi berlapis,” ungkap alumnus Pesantren Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang ini.
Tangisan bayi Ismail yang kehausan membuatnya berlari ke sana kemari mencari air sebagai sumber kehidupan. “Ini adalah lakon yang kemudian diabadikan dalam Sa’i, yaitu berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwa yang wajib dalam menjalankan ibadah Haji,” ujar dia.
Hentakan kaki sang bayi, Ismail AS yang menangis kehausan kemudian menjadi jalan terbukanya mata air Zamzam yang hingga kini terus mengalir.
“Airnya pun telah diteguk oleh jamaah haji dari seluruh penjuru dunia,” terangnya.
(Ful)