Para salafus shalih khususnya di kalangan kiai NU terkenal memiliki kisah dan cara yang unik dalam merintis madrasah atau pesantren yang didirikannya. Keunikan itu mengacu pada prinsip umum untuk selalu melihat situasi dan kondisi setempat.
Hal inilah yang menginspirasi pengurus Pesantren Darussalam Mimika, Papua melakukan terobosan unik dalam merintis pendirian unit pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan program Santri Weekend (SW).
“SW ini dijalankan dengan tujuan utama menyediakan kegiatan akhir pekan atau weekend yang berkualitas kepada para anak dan remaja daripada bermain gadget atau kegiatan tak berkualitas,” terang Ketua Pengurus Pesantren Darussalam Mimika, Sugiarso dalam rilis yang diterima NU Online, Ahad (26/6/2022).
Menurutnya kegiatan SW ini telah berjalan beberapa tahun dengan model pelaksanaan yang berbeda-beda. “Awalnya sebagai kegiatan mengaji akhir pekan, yakni masuk pondok Sabtu sore, menginap di pondok dan pulang Ahad siang dengan diisi pengajian dan amaliyah Aswaja,” lanjutnya.
Dalam perjalanannya dilaksanakan evaluasi dan penyesuaian dengan kondisi dan tujuan SW termasuk dengan rencana perintisan Madrasah Tsanawiyah.
“Situasi di sini masyarakat memandang sekolah formal lebih penting daripada mondok sehingga pondok penting menyediakan unit pendidikan formal agar anak dan orang tua tertarik memondokkan anaknya,” urai Pengasuh Pesantren Darussalam Mimika, Ust Hasyim Asyari.
Santri Papua dalam penamatan perdana Santri Weekend
Untuk merintis MTS Darussalam telah diselenggarakan SW khusus, yakni SW yang pesertanya siswa SD kelas 5 dan 6 saja. Materi yang diberikan seperti materi di MTs namun dengan porsi ringan dan ditambah kegiatan pesantren.
Pada hari Sabtu, 25 Juni 2022, di Pesantren Darussalam Mimika diadakan kegiatan Penamatan SW Angkatan I. SW angkatan I ini sudah dijalankan sejak November 2021 hingga April 2022 sekitar enam bulan.
“Alhamdulillah, hari ini kita bisa melakukan penamatan Santri Weekend Angkatan I. Kegiatan ini penting sebagai sarana mengaji ilmu agama dan umum di akhir pekan,” urai Pembina SW, Ustadz Imam Nawawi.
Menurutnya santri membutuhkan perjuangan berat karena akhir pekan itu biasanya bisa main main dan santai, namun dengan SW kegiatannya berubah.
“Harapan kami setelah SW ini santri bisa lanjut ke MTs Progesif Darussalam di pondok ini yang akan dibuka tahun ini. Pengalaman selama enam bulan tentunya cukup sebagai bekal untuk mondok,” urai alumni Darussalam Blokagung Banyuwangi ini.
Acara penamatan ini diikuti oleh 15 santri putra putri dari 20 santri yang tercatat yang dihadiri oleh para wali santri, guru, dan orang tua asuh, yakni orang yang membiayai santri selama program SW.
“Ada empat santri SW dari Papua yang ikut penamatan angkatan 1 ini. Kami merasa senang mereka mau ikut SW. Semoga ke depan makin banyak dan rajin ikut SW dan bisa masuk MTs,” ungkap Ketua Pengurus Pesantren Darussalam, Sugiarso, saat memberikan penjelasan kegiatan dan program pondok.
H Totok Sugiarto, salah satu guru dan orang tua asuh mengatakan mewakili orang tua asuh ikut senang atas keberhasilan mereka mengikuti SW ini.
“Walaupun mereka bukan anak saya sendiri, namun keinginan orang tua asuh ini sangat besar supaya anak anak kita mendapatkan ilmu agama dari sumber yang jelas yakni dari guru guru di lingkungan NU,” urai H Totok Sugiarto.