Search

Strategi Penguatan Struktur NU dalam Meningkatkan Keterlibatan Alumni Non-Pesantren dan Profesional Muda
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di dunia memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai keislaman yang moderat (Islam Wasathiyah) dan memperkuat persatuan bangsa. Selama ini, NU dikenal memiliki basis massa yang kuat di kalangan warga pesantren. Namun, perkembangan zaman menuntut NU untuk beradaptasi dengan perubahan sosial, termasuk meningkatkan keterlibatan alumni non-pesantren dan profesional muda. Kedua kelompok ini memiliki potensi besar dalam memberikan kontribusi pada kemajuan organisasi dan memperluas jangkauan dakwah NU di berbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat untuk memperkuat struktur NU guna mengakomodasi dan memberdayakan mereka.

Tradisi keilmuan NU sangat kental dengan pendidikan pesantren yang menjadi pusat pengajaran Islam tradisional. Namun, dalam realitas sosial saat ini, banyak kader NU yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi umum, baik dalam maupun luar negeri, dan meniti karier di berbagai sektor profesional. Mereka memiliki keahlian yang relevan dengan tantangan modern, seperti teknologi, ekonomi, kesehatan, dan kebijakan publik. Sayangnya, masih ada kesenjangan partisipasi antara mereka dan struktur organisasi NU yang lebih tradisional. Jika tidak diakomodasi, potensi besar ini bisa terabaikan dan mengurangi daya inovasi NU dalam merespons kebutuhan zaman.

Baca Juga:  Meniscayakan Horizon Rozin

Alumni non-pesantren dan profesional muda merupakan kelompok yang memiliki kapasitas keilmuan, keterampilan, dan jaringan luas di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, teknologi, dan budaya. Keterlibatan mereka di NU dapat membawa perspektif baru, memperkuat basis intelektual organisasi, dan meningkatkan daya saing NU di era digital. Selain itu, profesional muda mampu membangun kolaborasi lintas sektoral yang mendukung pengembangan program-program strategis NU di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.

Beberapa tantangan yang dihadapi NU dalam menarik keterlibatan alumni non-pesantren dan profesional muda antara lain : 1) Gagasan Tradisional vs Modern. Adanya kesenjangan pemahaman antara tradisi pesantren dan pemikiran modern dapat memengaruhi proses integrasi kelompok ini di dalam struktur NU. 2) Keterbatasan Ruang Partisipasi. Struktur organisasi yang hierarkis sering kali membatasi ruang gerak bagi profesional muda untuk berinovasi dan berkontribusi. 3) Minimnya Akses dan Jaringan. Sebagian alumni non-pesantren kurang memiliki akses terhadap jaringan struktural NU, sehingga sulit bagi mereka untuk terlibat secara aktif. 4) Persepsi Elitisme. Adanya anggapan bahwa NU hanya diperuntukkan bagi kalangan santri atau pesantren, menyebabkan profesional muda merasa kurang diterima.

Baca Juga:  MENGHADAPI KENAKALAN ANAK

Untuk mempererat hubungan antara NU dan alumni non-pesantren maupun profesional muda, beberapa strategi dapat diterapkan : 1) Pembentukan Forum dan Komunitas Khusus. NU dapat membentuk wadah seperti NU Millennial Network atau Forum Profesional Nahdliyin sebagai ruang kolaborasi dan diskusi. Forum ini bisa menjadi tempat bertukar gagasan dan merancang program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. 2) Revitalisasi Peran Lembaga dan Banom (Badan Otonom). Banom seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dan IPNU-IPPNU dapat dijadikan jalur kaderisasi yang berkelanjutan. Alumni yang telah lulus dapat dilibatkan kembali melalui program mentoring atau pengabdian berbasis komunitas profesional. 3) Digitalisasi dan Penguatan Media Komunikasi. NU dapat memanfaatkan media digital untuk menjangkau generasi muda yang lebih aktif di dunia maya. Platform seperti website interaktif, media sosial, dan webinar tematik dapat menjadi sarana edukasi, dakwah, dan konsolidasi antar-kader. 4) Inklusi dalam Pengambilan Keputusan. Keterlibatan profesional muda dalam struktur kepemimpinan harus ditingkatkan. Memberikan ruang bagi mereka dalam pengambilan kebijakan akan memperkaya perspektif organisasi dan mempercepat inovasi. 5) Peningkatan Kapasitas dan Pelatihan Berkelanjutan. NU dapat menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan, manajemen organisasi, hingga literasi digital. Ini akan memperkuat kapasitas kader-kader muda untuk mengelola program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

Baca Juga:  Gus Ulil: Syarat Bolehnya Mengkafirkan

Melalui strategi ini, NU tidak hanya memperluas basis kader, tetapi juga memperkaya khazanah pemikiran dan solusi atas berbagai tantangan sosial. Alumni non-pesantren dan profesional muda yang terlibat aktif dapat menjadi agen perubahan yang mengharmoniskan tradisi dengan inovasi. Keterlibatan mereka akan mempercepat transformasi NU menjadi organisasi yang adaptif, relevan, dan berdaya saing global tanpa kehilangan akar tradisi Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi pijakan utama.

Meningkatkan keterlibatan alumni non-pesantren dan profesional muda merupakan langkah strategis bagi NU dalam menjaga relevansi di era modern. Dengan mengembangkan organisasi yang inklusif, memanfaatkan teknologi, serta membangun kemitraan lintas sektor, NU dapat memperkuat perannya sebagai organisasi yang mampu menjawab tantangan zaman. Implementasi strategi ini tidak hanya memperluas basis anggota NU tetapi juga menciptakan ekosistem yang mendorong inovasi, kolaborasi, dan keberlanjutan dakwah Ahlussunnah wal Jamaah.

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA