Search

Membangun NU Berbasis Partisipasi : Evaluasi Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan dan Implementasi Program Kerja NU
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia memiliki peran strategis dalam membangun masyarakat melalui program kerja. Namun, efektivitas program dan kegiatan pada program kerja tersebut sangat bergantung pada tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat tidak hanya menjadi kunci keberhasilan program kerja, tetapi juga mencerminkan prinsip keadilan dan demokrasi yang diusung oleh NU.

Partisipasi masyarakat dalam konteks NU dapat dipahami sebagai keterlibatan aktif warga NU (Nahdliyin) dalam setiap tahapan penyusunan program kerja, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Keterlibatan ini mencakup berbagai aspek, seperti penyampaian aspirasi, pengambilan keputusan, dan kontribusi sumber daya. Partisipasi masyarakat tidak hanya meningkatkan akuntabilitas program kerja, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan (sense of ownership) masyarakat terhadap program dan kegiatan pada program kerja yang dijalankan.

Evaluasi keterlibatan masyarakat dalam program kerja NU : 1) Perencanaan Program dan Kegiatan. Dalam tahap perencanaan, partisipasi masyarakat seringkali masih terbatas. Meskipun NU memiliki struktur organisasi yang kuat di tingkat akar rumput, seperti anak ranting, ranting, wakil cabang, dan cabang, proses perencanaan program masih cenderung top-down. Masyarakat seringkali hanya menjadi obyek atau sasaran program dan kegiatan belaka, bukan subjek yang aktif memberikan masukan. Hal ini menyebabkan program dan kegiatan pada program kerja yang dirancang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. 2) Implementasi Program dan Kegiatan. Pada tahap implementasi, partisipasi masyarakat cenderung lebih terlihat, terutama dalam program dan kegiatan yang bersifat sosial dan keagamaan, seperti pembangunan masjid, pesantren, atau kegiatan amal. Namun, partisipasi ini masih sering bersifat sukarela dan tidak terstruktur. Kurangnya mekanisme yang jelas untuk melibatkan masyarakat secara sistematis menjadi tantangan tersendiri. 3) Evaluasi Program dan Kegiatan. Tahap evaluasi program dan kegiatan seringkali diabaikan, baik oleh jam’iyyah maupun masyarakat. Padahal, evaluasi partisipatif dapat menjadi alat untuk meningkatkan kualitas program dan kegiatan pada program kerja NU di masa depan. Keterlibatan masyarakat dalam evaluasi dapat memberikan umpan balik yang berharga untuk perbaikan program dan kegiatan pada program kerja NU.

Baca Juga:  PROBLEMATIKA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG MENGAJAR DI SEKOLAH UMUM

Tantangan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat : 1) Kurangnya Kesadaran tentang Pentingnya Partisipasi. Masyarakat yang belum sepenuhnya memahami pentingnya partisipasi dalam program kerja NU. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan pendidikan tentang hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan. 2) Keterbatasan Sumber Daya. Keterbatasan sumber daya, baik finansial maupun manusia, sering menjadi kendala dalam melibatkan masyarakat secara aktif. Program dan kegiatan pada program kerja NU seringkali bergantung pada relawan, yang tidak selalu memiliki kapasitas yang memadai. 3) Struktur Organisasi yang Hierarkis. Struktur organisasi NU yang hierarkis kadang-kadang menghambat partisipasi masyarakat di tingkat akar rumput. Proses pengambilan keputusan yang sentralistik membuat masyarakat merasa tidak memiliki ruang untuk berkontribusi.

Baca Juga:  Kontekstualisasi Resolusi Jihad di Era Kekinian

Rekomendasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat : 1) Peningkatan Kapasitas Masyarakat. NU perlu mengadakan pelatihan dan workshop untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat tentang pentingnya partisipasi. Pendidikan kewargaan dan pelatihan kepemimpinan dapat menjadi langkah awal. 2) Pembangunan Mekanisme Partisipasi yang Inklusif. NU perlu mengembangkan mekanisme partisipasi yang lebih inklusif secara buttom up, seperti penyelenggaraan forum musyawarah sesuai amanah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU dari tingkat anak ranting hingga pusat. Mekanisme ini harus memastikan bahwa semua suara, termasuk kelompok marginal, dapat didengar. 3) Pemanfaatan Teknologi. Teknologi dapat menjadi alat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Platform digital seperti media sosial dan aplikasi berbasis komunitas dapat digunakan untuk mengumpulkan masukan dan umpan balik dari masyarakat. 4) Penguatan Kolaborasi dengan Stakeholder. NU perlu memperkuat kolaborasi dengan berbagai stakeholder, termasuk pemerintah, LSM, dan sektor swasta. Kolaborasi ini dapat meningkatkan sumber daya dan kapasitas untuk melibatkan masyarakat secara lebih efektif.

Baca Juga:  KH Ridwan Abdullah sebagai Perencana Simbolik : Perspektif Perencanaan Berbasis Kearifan Lokal dalam Konteks Kebudayaan Islam di Indonesia

Partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan program kerja NU. Dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program kerja, NU dapat memastikan bahwa program dan kegiatan pada program kerja lebih relevan, efektif, dan berkelanjutan. Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat harus dilakukan secara sistematis dan inklusif, dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang yang ada.

Oleh karena itu, membangun NU berbasis partisipasi memerlukan strategi yang komprehensif, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi program. Partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui pendekatan inklusif, pemanfaatan teknologi, serta penguatan kapasitas sumber daya manusia. NU sebagai organisasi masyarakat harus terus berinovasi dalam menciptakan ruang partisipasi yang lebih luas dan inklusif bagi seluruh anggotanya.

 

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA