Search

Dinamika Kharisma Kiai dan Respons Nahdliyin terhadap Tantangan Globalisasi dalam Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia memiliki peran sentral dalam menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyyah (Aswaja An Nahdliyyah) sekaligus merespons tantangan globalisasi. Salah satu elemen kunci yang menjaga eksistensi dan relevansi NU adalah kharisma kiai, figur ulama yang tidak hanya menjadi pemimpin spiritual tetapi juga pemimpin sosial dan kultural. Dinamika kharisma kiai dan respons Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) terhadap globalisasi menjadi topik menarik untuk dikaji, terutama dalam konteks struktur organisasi NU yang terus beradaptasi.

Kiai dalam tradisi NU memiliki posisi yang sangat dihormati dan merupakan tokoh sentral dalam struktur NU. Mereka tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai penggerak masyarakat dan penjaga tradisi keislaman yang moderat. Kiai memiliki otoritas keagamaan yang diakui oleh masyarakat karena mereka dianggap memiliki “berkah” (barakah) yang dapat membawa kebaikan bagi pengikutnya, sehingga mereka menjadi figur yang dihormati dan dipatuhi. Kharisma kiai dibangun melalui keilmuan yang mendalam, keteladanan moral, dan keterlibatan aktif dalam masyarakat. Kiai sering kali menjadi penengah dalam konflik, pemimpin dalam pembangunan, dan penggerak dalam pendidikan.

Namun, di era globalisasi, kharisma kiai menghadapi tantangan baru. Arus informasi yang deras, perubahan nilai-nilai sosial, dan penetrasi budaya global menuntut kiai untuk tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memahami dinamika global. Kiai-kiai muda NU saat ini banyak yang telah mengintegrasikan pendekatan modern dengan tradisi, seperti menggunakan media sosial untuk dakwah atau menginisiasi program pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi.

Baca Juga:  Butuh 27.303 Guru Agama dan 9.495 Guru Madrasah, Kemenag Persiapkan Rekrutmen

Globalisasi membawa dampak ganda bagi NU. Di satu sisi, globalisasi membuka peluang untuk memperluas jaringan dan memperkenalkan nilai-nilai Aswaja An Nahdliyyah ke tingkat global. Di sisi lain, globalisasi juga mengancam nilai-nilai lokal dan tradisional yang selama ini dijaga oleh NU. Misalnya, penetrasi budaya populer dari Barat, seperti gaya hidup, nilai-nilai, dan norma-norma, sering kali bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan kebudayaan lokal. Selain itu, globalisasi juga memengaruhi struktur organisasi NU. Sebagai organisasi yang berbasis pada tradisi, NU harus menemukan cara untuk tetap relevan dan terus beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Hal ini memerlukan adaptasi dalam struktur kepemimpinan, manajemen organisasi, dan strategi dakwah.

Selain kiai, warga NU (Nahdliyin) juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan NU. Mereka adalah ujung tombak organisasi yang menggerakkan aktivitas di tingkat akar rumput. Simpatik Nahdliyin merujuk pada keterikatan emosional dan spiritual yang dimiliki oleh Nahdliyin terhadap organisasi dan para Kiai. Keterikatan ini tidak hanya bersifat formal, tetapi juga bersifat personal dan kultural. Bagi banyak Nahdliyin, NU bukan sekadar organisasi, melainkan bagian dari identitas diri yang tidak terpisahkan.

Baca Juga:  Majalah Aula Edisi September 2018

Nahdliyin, sebagai basis massa NU, telah menunjukkan respons yang dinamis terhadap tantangan globalisasi. Beberapa respons tersebut antara lain : 1) Pendidikan dan Literasi Digital. NU melalui lembaga-lembaga pendidikannya, seperti pesantren dan madrasah, mulai mengintegrasikan kurikulum yang relevan dengan era digital. Kiai-kiai muda juga aktif menggunakan platform digital untuk menyebarkan pemahaman Islam yang moderat dan toleran. 2) Pemberdayaan Ekonomi. NU menyadari bahwa globalisasi juga membawa tantangan ekonomi. Melalui lembaga seperti Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) dan Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), NU berupaya memberdayakan ekonomi umat dengan memanfaatkan peluang global, seperti ekspor produk halal dan pengembangan usaha mikro. 3) Dialog Antaragama dan Budaya. NU aktif terlibat dalam dialog antaragama dan budaya untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi. Hal ini sejalan dengan prinsip Aswaja An Nahdliyyah yang menekankan keseimbangan antara tradisi dan modernitas. 4) Penguatan Jaringan Internasional. NU melalui lembaga seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM NU) terus memperluas jaringan internasionalnya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat posisi NU sebagai representasi Islam moderat di tingkat global.

Struktur organisasi NU yang hierarkis dan berbasis pada kharisma kiai telah terbukti mampu bertahan selama puluhan tahun. Namun, untuk merespons tantangan globalisasi, NU melakukan beberapa penyesuaian. Misalnya, PBNU kini lebih terbuka terhadap partisipasi generasi muda dalam kepemimpinan. Selain itu, NU juga mendorong pembentukan cabang-cabang internasional untuk memperluas pengaruhnya. Kiai-kiai muda yang melek teknologi dan memiliki wawasan global semakin banyak terlibat dalam pengambilan keputusan strategis. Hal ini menunjukkan bahwa NU tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga terbuka terhadap inovasi.

Baca Juga:  2 Pria Ditemukan Tewas di Jalur Kereta Jatinegara

Dinamika kharisma kiai dan respons Nahdliyin terhadap globalisasi menunjukkan bahwa NU adalah organisasi yang mampu menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Kiai sebagai pemimpin spiritual dan sosial terus beradaptasi dengan perubahan zaman, sementara Nahdliyin menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan global. Dengan struktur organisasi yang adaptif, NU ke depan diharapkan dapat terus berinovasi dan beradaptasi agar tetap menjadi organisasi yang memberikan manfaat bagi umat dan dunia, serta menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai Islam Aswaja An Nahdliyyah sekaligus merespons tantangan globalisasi dengan bijak. Dengan semangat “khidmah” (pengabdian), NU akan terus menjadi mercusuar keislaman yang moderat, toleran, dan berkelanjutan.

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA