Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia memiliki jaringan yang luas dan kuat, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu faktor yang mendukung kekuatan jaringan ini adalah kapital sosial yang dimiliki oleh para alumni pesantren dan non-pesantren. Kapital sosial, yang merujuk pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang memfasilitasi kerja sama dan koordinasi untuk mencapai tujuan bersama, memainkan peran penting dalam memperkuat jaringan NU.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam di Indonesia telah melahirkan banyak alumni yang memiliki ikatan kuat satu sama lain. Ikatan ini tidak hanya bersifat personal, tetapi juga didasarkan pada nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan yang diajarkan di pesantren. Alumni pesantren seringkali memiliki rasa solidaritas yang tinggi, yang kemudian menjadi modal sosial yang berharga bagi NU, yakni : 1) Jaringan Alumni yang Kuat. Alumni pesantren biasanya terhubung melalui jaringan alumni yang dibentuk oleh pesantren mereka. Jaringan ini memungkinkan mereka untuk saling mendukung, baik dalam hal karir, bisnis, maupun kegiatan keagamaan. Dalam konteks NU, jaringan alumni pesantren ini menjadi salah satu tulang punggung dalam memperluas dan memperkuat jaringan organisasi. 2) Nilai-nilai Kebersamaan dan Gotong Royong. Pesantren mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian sosial. Nilai-nilai ini kemudian diterapkan oleh alumni dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam aktivitas mereka di NU. Hal ini membuat jaringan NU menjadi lebih solid dan saling mendukung. 3) Peran Kiai dan Ulama. Alumni pesantren seringkali memiliki hubungan yang erat dengan kiai atau ulama yang menjadi guru mereka. Kiai dan ulama ini biasanya memiliki pengaruh yang besar dalam NU, sehingga alumni pesantren dapat memanfaatkan hubungan ini untuk memperkuat jaringan NU.
Meskipun tidak memiliki latar belakang pendidikan pesantren, alumni non-pesantren juga memiliki peran penting dalam memperkuat jaringan NU. Mereka biasanya berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, seperti universitas umum, sekolah menengah, atau lembaga pendidikan lainnya. Kapital sosial yang dimiliki oleh alumni non-pesantren seringkali berbeda dengan alumni pesantren, tetapi tetap memiliki nilai strategis bagi NU, yakni : 1) Jaringan Profesional dan Multisektoral. Alumni non-pesantren seringkali memiliki jaringan yang luas di berbagai sektor, seperti pemerintahan, bisnis, pendidikan, dan media. Jaringan ini dapat dimanfaatkan oleh NU untuk memperluas pengaruhnya di berbagai bidang. Misalnya, alumni non-pesantren yang bekerja di pemerintahan dapat membantu NU dalam mengadvokasi kebijakan yang pro-rakyat. 2) Keterampilan dan Keahlian yang Beragam. Alumni non-pesantren biasanya memiliki keterampilan dan keahlian yang beragam, yang dapat dimanfaatkan oleh NU untuk meningkatkan kapasitas organisasi. Misalnya, alumni yang memiliki latar belakang di bidang teknologi informasi dapat membantu NU dalam mengembangkan platform digital untuk dakwah dan komunikasi. 3) Integrasi dengan Masyarakat Luas. Alumni non-pesantren seringkali lebih terintegrasi dengan masyarakat luas, termasuk dengan kelompok non-Muslim. Hal ini memungkinkan NU untuk membangun hubungan yang lebih inklusif dengan berbagai kelompok masyarakat, sehingga memperkuat posisinya sebagai organisasi yang moderat dan toleran.
Sinergi antara alumni pesantren dan non-pesantren merupakan kunci dalam memperkuat jaringan NU. Alumni pesantren membawa nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan yang kuat, sementara alumni non-pesantren membawa jaringan profesional dan keterampilan yang beragam. Dengan menggabungkan kedua aset ini, NU dapat membangun jaringan yang lebih kuat dan berkelanjutan, yakni : 1) Kolaborasi dalam Program dan Kegiatan. NU dapat memfasilitasi kolaborasi antara alumni pesantren dan non-pesantren dalam berbagai program dan kegiatan. Misalnya, alumni pesantren dapat memimpin kegiatan keagamaan, sementara alumni non-pesantren dapat membantu dalam hal logistik dan manajemen. 2) Pemanfaatan Teknologi dan Media. Alumni non-pesantren yang memiliki keahlian di bidang teknologi dan media dapat membantu NU dalam mengembangkan platform digital untuk dakwah dan komunikasi. Sementara itu, alumni pesantren dapat memberikan konten keagamaan yang berkualitas. 3) Pendidikan dan Pelatihan. NU dapat menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan yang melibatkan kedua kelompok alumni. Misalnya, program pelatihan kepemimpinan yang menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan keterampilan manajemen modern.
Kapital sosial yang dimiliki oleh alumni pesantren dan non-pesantren merupakan aset berharga bagi NU dalam memperkuat jaringan organisasinya. Alumni pesantren membawa nilai-nilai keagamaan dan kebersamaan yang kuat, sementara alumni non-pesantren membawa jaringan profesional dan keterampilan yang beragam. Dengan memanfaatkan sinergi antara kedua kelompok alumni ini, NU dapat membangun jaringan yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan, sehingga dapat terus berkontribusi bagi kemajuan umat dan dunia.
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo