Majalahaula.id – Tanggal usia 102 tahun kalender hijriah dan 99 tahun kalender masehi Nahdlatul Ulama ada di bulan Januari 2025. Istimewanya lagi awal bulan Rajab sama dengan awal bulan Januari. Bukan sebuah kebetulan karena perhitungan hisab dan rukyah sejalan. Seirama pula dengan terbitnya matahari 1 Januari 2025. Seiring sejalan dan seirama ini pula yang kita harapkan dalam perjalanan panjang organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dan dunia. Seiring sejalan antara jamiyah dan jamaah. Seiring sejalan struktural dan kultural. Seiring sejalan internal jamiyah dari level tertinggi PBNU sampai level garis depan, ranting. Seiring sejalan antar jamaah kyai, habib, ustadz, santri.
Sejauh ini dalam pandangan kita restorasi di hirarki manajemen NU berjalan baik dan terkonsolidasi. Berdasarkan AD ART hasil Keputusan Muktamar NU ke 34 di Bandar Lampung tanggal 22-24 Desember 2021 dan Peraturan Perkumpulan NU sebagai
produk Konferensi Besar NU di Jakarta tanggal 20-22 Mei 2022. AD ART dan Peraturan Perkumpulan yang sangat rinci ini menjadi landasan operasional manajemen NU di semua strata perkumpulan. Penguatan jamiyah NU berbasis manajemen modern patut kita apresiasi. Menuju pintu gerbang besar untuk sebuah tema besar over the horizon memasuki abad kedua. Memulai karya merawat jagat membangun peradaban adalah dengan cara merestorasi lebih dulu manajemen rumah gadang NU. Baguskan dulu rumah tangganya baru kemudian menguatkan peran eksternal.
Restorasi ini sebuah lompatan besar sebagai fundamen menggerakkan perkumpulan kaum sarungan. Sekaligus hendak menepis anggapan bahwa “kaum sarungan senangnya kumpul-kumpul tetapi susah untuk diajak berbaris rapi”. Terus ada lagi yang bilang, mungkin karena penamaan jamiyah kita adalah perkumpulan, bukan organisasi. Jadi ya lebih senang kumpul-kumpul. Maksudnya kumpul-kumpul bermajelis. Seperti majelis tahlil, majelis yasinan, majelis dibaan, majelis manakib, majelis ziarah. Pokoknya yang bertema majelis
amaliyah ghoiru maghdoh, wong NU pasti ada di garis depan. Namun untuk urusan manajemen organisasi, kepatuhan terhadap peraturan perkumpulan, bermanjemen muamalah, manajemen aset, manajemen perkantoran kita memang masih harus berjuang keras agar bisa berbaris rapi.
Sementara pertarungan ghozwul fikr soal nasab masih terus berlangsung dan semakin seru. Sangat berlebihan ketika ruang media sosial menjadi medan pertumpahan narasi dan literasi kemarahan. Semakin menjadi ironi manakala simbol-simbol tawassut, tasamuh dan ijtimaiyah yang menjadi etika dan adab Annahdliyah seperti tak bermakna. Padahal ini adalah denyut nadi Annahdliyah. Inilah sebenarnya ujian kohesivitas untuk menuju kemaslahatan. Sebagaimana tema Harlah NU ke 102 tahun ini “Bekerja Bersama Umat Untuk Indonesia Maslahat”.
Keberhasilan sebuah tujuan tentu tidak terlepas dari kohesivitas dan sinergitas. Oleh sebab itu sebagai bagian dari refleksi perjalanan usia ke 102 NU, sudah selayaknya kita kembali ke khittah jatidiri
sejati. Terutama dalam penyelesaian soal nasab yang suka tidak suka telah mencederai marwah dan martabat kita sebagai pilar rahmatan lil alamin. Bukankah majelis tabayun dan majelis silaturrahmi adalah kebudayaan Nahdliyin sejak dulu. Mengapa ini tidak berjalan. Sebagian kita justru “terpesona” bahkan terpolarisasi dengan pertempuran narasi nir adab soal nasab di media sosial. Riak-riak sudah mulai terlihat di beberapa majelis. Inilah embrio perpecahan itu.
Sudah hampir 2 tahun pertarungan framing nasab tidak jua mereda. Dan dibiarkan meluas. Memilah persoalan nasab dan adab sangat perlu. Sebenarnya simpel saja, dengan tes DNA sebagai salah satu pembuktian ilmiah. Terlepas dari pembuktian tes DNA, soal adab juga perlu koreksi bersama. Bukankah semua keributan ini berawal dari bahasa komunikasi. Satu pihak merasa tetap ada di kasta terhormat, sementara pihak lain ingin pembuktian. Dan semuanya ditumpahkan di Media Sosial. Sangat dimungkinkan ada pihak ketiga yang memang berskenario untuk memecah kohesivitas. Dari sudut pandang intelijen bisa saja terjadi. Karena ini terkait dengan nama besar Annahdliyah
yang mendunia. Dan salah satu penyokong kuat pilar NKRI.
Bekerja bersama umat untuk Indonesia maslahat, adalah bagian dari pengingat siapa kita. Jamiyah dan jamaah kita sejatinya adalah sinergitas dan kohesivitas. NU Struktural dan NU Kultural adalah “Federasi” Annahdliyah yang membawa bendera dan marwah bintang sembilan. NU Struktural menguatkan fikroh, ghiroh dan harakah Annahdliyah, sementara NU Kultural menguatkembangkan amaliyah Annahdliyah. Sebagai contoh kita lihat Haul Abah Guru Sekumpul di Martapura Kalsel tanggal 5 Januari 2025 yang dibanjiri 4 juta umat. Dan nanti tanggal 1-2 Februari 2025 ada Haul Akbar Romo Kyai Asrori Majelis Al Khidmah di Kedinding Surabaya. Luar biasa pembuktian kohesivitas umat yang tidak lain adalah NU Kultural.
Menguji kohesivitas dalam kemaslahatan adalah kemampuan meredakan ketegangan dalam perbedaan sudut pandang. Kembali kepada khittah jatidiri dengan menjunjung tawassut, tasamuh dan ijtimaiyah. Kemudian mengedepankan majelis
tabayun dengan argumen dan pembuktian. Setelah itu berlanjut ke majelis islah dan silaturrahmi. Akan menjadi kado terindah di Ultah ke 102 manakala semua perbedaan sudut pandang, cara pandang bisa terselesaikan dengan cara Annahdliyah. Kohesivitas dan sinergitas Annahdliyah adalah kekuatan besar yang tidak luput dari ujian dan tantangan. Sejarah perjalanan NU sampai usia ke 102 sudah membuktikannya. Selamat Ulang Tahun Nahdlatul Ulama. Sebuah perjalanan panjang kaum sarungan ijo royo-royo yang menjadi kekuatan nasionalis religius di republik kebanggaan.
****
Semarang, 20 Januari 2025
(Penulis adalah Pengurus Lakpesdam PWNU Jawa Tengah)