Majalahaula.id – KH Abdul Wahab Hasbullah (1888–1971) adalah salah satu tokoh utama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di dunia. Sosoknya dikenal sebagai pejuang, pemikir, dan organisator ulung, yang memiliki peran besar dalam membangun NU sebagai organisasi yang kuat dan relevan hingga saat ini.
KH Wahab Hasbullah tidak hanya dikenal sebagai ulama yang mendalami ilmu agama, tetapi juga sebagai visioner yang mampu membuat strategi dan perencanaan yang matang untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam, khususnya di kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah. Suri teladan yang diberikan oleh KH Wahab Hasbullah sangat relevan dalam konteks kepemimpinan, perencanaan organisasi, dan perjuangan membela kemerdekaan bangsa.
Peran KH Wahab Hasbullah dalam perencanaan berdirinya NU sangatlah besar. Sebelum NU resmi didirikan pada tahun 1926, KH Wahab Hasbullah telah mendirikan beberapa organisasi yang menjadi fondasi awal lahirnya NU, antara lain : 1) Taswirul Afkar (1914) : Sebuah forum diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pemikiran kaum muda Muslim dengan berdiskusi dan menyusun strategi perjuangan umat Islam sebagai langkah awal yang sangat penting karena menciptakan kesadaran di kalangan ulama tentang pentingnya membentuk organisasi formal yang dapat menyatukan umat. 2) Nahdlatul Wathan / Kebangkitan Tanah Air (1916) : Organisasi kebangsaan yang berfokus pada gerakan pendidikan dan sosial keagamaan untuk membangun kesadaran nasional dan menumbuhkan semangat cinta tanah air di kalangan umat Islam dengan berfokus pada pendidikan dan penguatan ekonomi umat melalui pendirian sekolah-sekolah Islam dan koperasi. 3) Nahdlatut Tujjar / Kebangkitan Saudagar (1918) : Organisasi yang bertujuan untuk membangkitkan perekonomian umat Islam melalui sektor perdagangan guna mendorong para pedagang Muslim agar lebih mandiri dan tidak bergantung pada kolonial Belanda.
KH Wahab Hasbullah menyadari pentingnya perencanaan yang sistematis dalam membangun kekuatan umat Islam, baik dalam aspek sosial, pendidikan, maupun ekonomi. Ia percaya bahwa organisasi yang kuat harus memiliki visi yang jelas dan struktur yang rapi agar dapat bertahan menghadapi tantangan zaman.
KH Wahab Hasbullah memberikan suri tauladan dalam hal kepemimpinan yang inklusif dan kolaboratif. Ia memahami bahwa organisasi besar seperti NU membutuhkan keterlibatan berbagai pihak dengan latar belakang yang berbeda. Oleh karena itu, ia selalu mendorong musyawarah dan mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Selain itu, KH Wahab Hasbullah juga dikenal sebagai sosok yang tegas dalam mempertahankan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah. Ketegasannya terlihat dalam berbagai forum nasional dan internasional, di mana ia selalu memperjuangkan nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan rahmatan lil ‘alamin.
KH Wahab Hasbullah memiliki pemikiran yang maju dan adaptif dalam strategi dakwah. Ia menyadari bahwa metode dakwah harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi sosial masyarakat. Oleh karena itu, ia tidak ragu menggunakan media modern pada masanya, seperti radio, untuk menyebarkan dakwah Islam. Strategi dakwah KH Wahab Hasbullah juga mencakup penguatan pendidikan Islam tradisional (pesantren) sebagai pusat pembinaan umat. Ia percaya bahwa pesantren adalah benteng utama yang akan menjaga kelangsungan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia.
KH Wahab Hasbullah juga memberikan suri teladan dalam perjuangan membela tanah air. Ia adalah penggagas Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945, yang kemudian menjadi salah satu dasar perlawanan rakyat Surabaya terhadap pasukan Sekutu dalam peristiwa Pertempuran 10 November 1945. Dalam Resolusi Jihad tersebut, KH Wahab Hasbullah menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari kewajiban agama (jihad). Sikap ini menunjukkan bahwa ia memiliki pandangan bahwa Islam dan nasionalisme dapat berjalan seiring, saling melengkapi, dan memperkuat.
KH Wahab Hasbullah meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi umat Islam di Indonesia. Warisan tersebut mencakup : 1) Pemikiran tentang pentingnya organisasi yang terstruktur dan berkelanjutan, artinya struktur organisasi yang jelas memastikan alur kerja yang efektif, sementara keberlanjutan memastikan organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan dan tantangan zaman. 2) Nilai-nilai kepemimpinan yang inklusif dan adaptif, artinya pemimpin yang dapat menciptakan lingkungan yang produktif, inovatif, dan harmonis, serta mampu menghadapi tantangan masa depan dengan percaya diri. 3) Perjuangan membela agama dan bangsa dengan cara yang moderat dan damai, artinya perjuangan ini mengedepankan nilai-nilai toleransi, keadilan, dan persaudaraan yang sesuai dengan ajaran agama dan cita-cita bangsa.
Suri teladan KH Wahab Hasbullah ini menjadi inspirasi bagi para pemimpin NU di masa kini untuk terus mengembangkan organisasi dengan perencanaan strategis yang matang dalam rangka membangun organisasi yang tidak hanya akan bertahan di tengah perubahan, tetapi juga akan terus berkembang dan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan, namun tetap berpegang pada ajaran Islam yang moderat, dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Warisan KH Wahab Hasbullah mengingatkan kita bahwa kekuatan organisasi terletak pada kemampuan untuk terus beradaptasi dengan zaman, tanpa melupakan akar tradisi dan nilai-nilai keislaman. Sebagai salah satu pendiri NU, perannya tetap relevan hingga kini dalam menghadapi berbagai tantangan zaman modern.
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo