Search

Membangun Jam’iyyah NU yang Gesit dan Adaptif di Era Perubahan
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU), sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, telah berperan penting dalam menjaga nilai-nilai keislaman yang moderat, kenusantaraan, dan kemanusiaan. Perubahan sosial, teknologi, ekonomi, dan politik menuntut NU untuk terus bertransformasi agar tetap relevan dan mampu menjalankan peran strategisnya dalam menjaga nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah, NU tidak hanya harus berfokus pada urusan keagamaan, tetapi juga harus mampu merespons perubahan zaman dengan sikap yang gesit dan adaptif.

Era disrupsi digital telah mengubah cara masyarakat berkomunikasi, mengakses informasi, dan menjalankan aktivitas ekonomi. Jika NU tidak segera mengadopsi pendekatan yang lebih adaptif dan fleksibel, ada risiko organisasi ini menjadi kaku dan tidak relevan dengan kebutuhan umat. Oleh karena itu, NU perlu membangun strategi untuk menjadi organisasi yang gesit (agile) dan adaptif dalam menghadapi tantangan zaman.

Dalam konteks NU, gesit berarti mampu mengambil keputusan yang cepat berdasarkan perkembangan situasi, sementara adaptif berarti memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan, program, dan aktivitas agar tetap relevan dengan kondisi umat. Membangun organisasi gesit (agile organization) bukan hanya tentang mengubah proses kerja, tetapi juga mengubah mindset seluruh anggota organisasi untuk terus belajar, berinovasi, kolaborasi, beradaptasi, serta pengambilan keputusan yang cepat.

Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan agar NU menjadi organisasi yang gesit dan adaptif : 1) Transformasi Digital NU. Transformasi digital menjadi keharusan bagi NU agar dapat merespons tantangan era digital. Penggunaan teknologi digital dalam dakwah, pendidikan, dan pelayanan umat sangat penting untuk memperkuat peran NU. NU harus mengembangkan platform digital yang dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran Aswaja, mengelola data organisasi, dan memberikan pelayanan yang cepat kepada masyarakat. Selain itu, NU perlu mengedukasi warganya agar melek digital dan mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung aktivitas keorganisasian. 2) Peningkatan Kompetensi Kader NU. Untuk membangun organisasi yang gesit, NU perlu memperkuat kompetensi kadernya. Kader NU harus memiliki kemampuan kepemimpinan, literasi digital, pemahaman terhadap isu-isu global, serta kemampuan beradaptasi dengan berbagai situasi. Program kaderisasi yang berbasis pada kebutuhan zaman perlu diperbarui, termasuk dengan memanfaatkan media digital untuk pendidikan kader. Kader-kader muda NU harus diberikan ruang untuk berinovasi dan berkontribusi dalam berbagai bidang. 3) Kolaborasi dengan Berbagai Pihak. Di era globalisasi, kolaborasi menjadi kunci untuk menghadapi tantangan yang kompleks. NU perlu membangun jejaring dengan berbagai pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun organisasi masyarakat sipil lainnya. Kolaborasi ini dapat memperkuat peran NU dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat, seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender. NU juga perlu membuka ruang dialog dengan generasi muda agar organisasi ini dapat terus berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman. 4) Menghadapi Tantangan Ideologis. Tantangan ideologis seperti maraknya ekstremisme dan radikalisme di masyarakat. NU harus gesit dalam merespons perkembangan isu ini dengan pendekatan yang moderat dan inklusif. Gerakan digitalisasi yang menyebarkan narasi kebencian dan radikalisme dapat dilawan dengan dakwah digital yang menanamkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. NU juga harus hadir di media sosial dengan konten positif dan konstruktif yang dapat menarik perhatian generasi muda. 5) Menghadapi Tantangan Sosial. Tantangan sosial seperti ketimpangan ekonomi, masalah pendidikan, dan kesehatan, NU perlu mengembangkan program-program yang adaptif dan solutif. Program ekonomi berbasis pesantren, layanan pendidikan inklusif, dan program kesehatan berbasis masyarakat menjadi solusi yang relevan untuk menjawab persoalan umat. 6) Memperkuat Peran NU di Ranah Global. NU memiliki potensi besar untuk memainkan peran penting di ranah global. Prinsip Islam Aswaja yang moderat dan inklusif dapat menjadi solusi dalam menghadapi krisis global yang diakibatkan oleh konflik agama, intoleransi, dan ketidakadilan sosial. NU harus gesit dalam merespons isu-isu global, seperti perdamaian dunia, perubahan iklim, dan kesetaraan sosial. Keterlibatan NU dalam forum-forum internasional dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat peradaban Islam yang moderat. 7) Membangun Sinergitas Perencanaan dari Pusat ke Daerah. Perencanaan jam’iyyah yang efektif memerlukan sinergitas antara Pengurus Besar sampai dengan Pengurus Anak Ranting. Sinergi ini bertujuan untuk menciptakan harmoni dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program jam’iyyah, sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal dan tepat sasaran.

Baca Juga:  Penguatan Struktur Jam'iyyah NU di Daerah dalam Perspektif Perencanaan dalam Pengembangan Organisasi

Langkah-langkah strategis yang diperlukan agar NU menjadi organisasi yang gesit dan adaptif adalah 1) Penguatan Struktur Organisasi Digital. NU perlu memperkuat infrastruktur digitalnya agar komunikasi dan koordinasi antar-pengurus menjadi lebih efektif. Sistem informasi berbasis digital juga akan memudahkan pengelolaan data dan dokumentasi organisasi. PBNU sudah membuat aplikasi Digdaya NU (https://digdaya.nu.id/) adalah platform inovatif yang menghubungkan dan memberdayakan seluruh ekosistem data Nahdlatul Ulama (NU) dan layanan jamaah berbasis digital untuk menciptakan solusi digital yang memudahkan akses dan pengelolaan informasi bagi seluruh anggota dan organisasi NU yang diawali aplikasi Digdaya Persuratan dan dapat diunggah di Play Store. 2) Reformasi Sistem Kaderisasi. Program kaderisasi harus menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. NU perlu mengintegrasikan nilai-nilai Aswaja dengan keterampilan digital, literasi media, dan pemahaman terhadap isu-isu global. PBNU sudah membuat web service dengan nama Siskader (https://siskader.nu.id/) yang merupakan sistem informasi kader yang dirancang untuk mengelola kegiatan kaderisasi NU secara menyeluruh dan terintegrasi. 3) Inovasi dalam Metode Dakwah. NU harus mengembangkan metode dakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dakwah tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga melalui media digital, seperti podcast, video pendek, dan infografis. 4) Meningkatkan Peran Perempuan dan Generasi Muda. Perempuan dan generasi muda memiliki peran penting dalam membawa perubahan di dalam organisasi. NU harus memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam program-program keorganisasian. 5) Pendekatan Perencanaan yang Fleksibel, Responsif, dan Berorientasi pada Hasil. Dengan menyusun perencanaan yang strategis, berbasis data, dan berorientasi pada hasil, NU dapat terus relevan dan memainkan peran yang signifikan dalam membimbing umat serta menghadapi tantangan zaman. Hanya dengan perencanaan yang matang, NU akan mampu menjadi organisasi yang kokoh, responsif, dan berkontribusi positif bagi masyarakat global. Hemat Penulis untuk segera membentuk Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama, baik di PBNU sampai dengan PCNU, dengan merekrut para Nahdliyyin yang memiliki kompetensi perencanaan, baik yang berlatar belakang akademisi ataupun praktisi perencanaan.

Baca Juga:  Aktualisasi Badan Perencanaan : Open Minded dan Agent Of Change Nahdlatul Ulama

Dengan menjadi organisasi yang gesit dan adaptif, NU tidak hanya akan mampu merespons tantangan zaman, tetapi juga memperkuat peran strategisnya dalam menjaga keutuhan bangsa dan memajukan peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

 

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA