Majalahaula.id – Kajian tentang gerakan perempuan Aswaja An-nahdliyah masih sangat jarang dilakukan, padahal kajian semacam ini diperlukan untuk melihat sudah sejauh mana kaum perempuan NU khususnya KOPRI PMII dalam mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat yang cenderung patriarkis ini.
Dalam catatan penulis, ciri khas gerakan KOPRI PMII mengalami problematis baik dalam arus gerakan maupun warna ideologinya. Sebagaimana pertanyaan pemantik yang akan penulis lontarkan kepada para pembaca adalah “sebenarnya apa yang menjadi ciri khas dari gerakan KOPRI?” ditengah krisis identitas dengan hegemoni arus ideologi barat maupun timur yang masuk mewarnai bangsa ini.
Hemat penulis, KOPRI semakin tidak mengenali jati dirinya bahkan mengalami diferensiasi dengan kelompok gerakan perempuan lainnya. Atas dasar itulah, penulis menghadirkan buku ini untuk para pembaca sekalian.
Perempuan ASWAJA An-Nahdliyah memiliki landasan cara berfikir, bersikap dan bertindak sesuai empat pilar Ahlunnah Wal Jama’ah, tentunya menjadi pedoman yang utuh bagi KOPRI untuk menjalankan visi dan misinya dalam memperjuangkan kesetaraan keadilan yang inklusif dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Sikap dasar itulah yang menjadi watak KOPRI, sehinga berbeda dengan kelompok islam lainnya, dengan watak keislaman yang mendalam dan dengan watak ke-Indonesiaannya yang matang. Cara pandang, tafsir, dan sejarah yang diturunkan dari nilai-nilai yang ada. Perspektif tersebut juga bukan sekedar memberikan basis nilai, namun juga paradigma dan strategi perubahan sejarah. semuanya itu kemudian direfleksikan dalam berfikir, bersikap dan bertindak. Meski demikian, tidak semua kader KOPRI memahami bagaimana sejatinya implementasi ASWAJA untuk gerakan KOPRI dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan.
Cara berpfikir perempuan Aswaja An-Nahdliyah tentu berdasarkan refleksi ASWAJA dengan cara dialektis yang memudahkan antara dalil naqli (doktrin) dengan dalil aqli (rasio) dan dalil waqi’ (empiris). maka, disini KOPRI menolak rasionalisme murni sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir liberal dan positivisme ortodoks seperti yang dikembangkan kelompok materialisme. Demikian juga KOPRI menolak secara tekstual pemahaman agama dan realitas sosial yang tidak mendalam.
Tidak hanya sekedar cara berfikir, ASWAJA juga menjadi pedoman, cara bersikap serta bertindak. Kedua hal ini dimaknai bahwa kiprah gerakan perempuan ASWAJA An-Nahdliyah memandang dunia sebagai realitas yang plural, karena itu pluralitas diterima sebagai kenyataan serta bersikap aktif, yakni menjaga dan mempertahankan pluralitas tersebut agar kehidupan menjadi harmoni, saling mengenal (litaa’rofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat dan toleran menjadi spirit utama dalam mengelola pluralitas. Dengan demikian, gerakan perempuan ASWAJA An-Nahdliyah juga menolak semua sikap yang mengganggu keaneka ragaman atau pluralitas yang ada.
Dunia ibu, dunia perempuan, adalah dunia perlawanan dalam diam, dunia pemberontakan dalam kepatuhan, dunia hening ditengah hingar binger keramaian dan kekacauan hidup, dunia kesendirian dalam riuh dan sunyi, dunia penyerahan dalam ketakutan dan ketidakberdayaan.
-Mamay Muthmainnah –
Pengurus Besar KOPRI PMII