Search

Sejarah Pondok Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan, Berawal dari Sebuah Langgar

Majalahaula.id – Pendirian Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Kota Pasuruan memiliki sejarah panjang. Kisah pondok ini bermula pada masa awal disebarkan agama Islam di Pasuruan. tidak lama setelah runtuhnya kerajaan Majapahit.

Sebagai informasi, Majapahit runtuh usai mendapat dua serangan dari dua kerajaan. Yakni, kerajaan Kediri pada 1478 dan kerajaan Demak pada 1522. Serangan dari Demak di bawah Raden Patah itulah, yang membuat Majapahit runtuh.

Raden Patah berhasil menguasai wilayah Majapahit dan memperluas kekuasaan Islam. Sekitar 1735 kemudian, ada dua ulama yang merupakan kakak beradik, bernama Habib Sulaiman dan Habib Arif Bin Abdurrahman datang ke Pasuruan.

Saat itu, Islam sudah berkembang. Sekitar 1745 mereka menebang hutan dan menjadi awal mula berdirinya pesantren yang diberi nama Sidogiri.

Ada kisah unik sebelum mangkatnya mereka berdua. “Ia jatuh sakit dan meninggal di Mojoagung. Habib Arif diminta menggantikan, sama seperti kakaknya ia bermunajat dan jatuh sakit dan dimakamkan di Segoropuro,” beber Ketua Umum Yayasan Ponpes Salafiyah, KH Abdullah Shodiq.

Baca Juga:  Cerita Gus Afif Jombang Buka Asrama Tahfidz Sebab Amanah Mertua

Lalu sekitar 1760, datanglah utusan kerajaan Mataram bernama Sugo dan Sugi. Sugo bersama Mbah Hasan Sanusi atau yang dikenal sebagai Mbah Slagah membangun masjid Al Anwar sebagai tempat ibadah.

Mbah Hasan Sanusi ini, memiliki anak bernama Mbah Harris dan Mbah Hatam. Sama seperti ayah mereka, keduanya memiliki ilmu agama yang luas dan dikenal sebagai ulama kharismatik.

Mbah Harris ini memiliki putra bernama Hamdani. Hamdani ini diperintah oleh Mbah Harris untuk membangun sebuah langgar di sebelah selatan Masjid Al Anwar sekitar 1800-an.

Langgar ini dikenal dengan nama Langgar Kebonsari, karena lokasinya berada di Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.

“Langgar ini menjadi embrio, cikal bakal berdirinya Ponpes Salafiyah. Langgar tersebut memiliki kamar berjumlah dua,” jelas Gus Dulloh-sapaan akrab KH Abdullah Shodiq.

Baca Juga:  Pesantren Al Muhajirin 3 Citapen Purwakarta, Miliki Standar Kurikulum Berbasis Nasional

 

Awal Mula Berdirinya Ponpes Salafiyah

Langgar tersebut dikelola oleh Hamdani dan digunakan untuk syiar Islam. Setiap hari, ia mengajar ilmu agama di Langgar tersebut. Langgar itu semakin dikenal dan orang yang belajar ilmu agama di lokasi ini semakin banyak.

Langgar Kebonsari lantas dijadikan sebagai lembaga Islam di atas tanah wakaf dan diberi nama Pondok Kebonsari. Setelah Hamdani meninggal, perannya digantikan oleh keturunannya, Kiai Saifuddin. Selanjutnya diteruskan oleh anaknya, Kiai Arsyad.

“Saat dikelola oleh Kiai Arsyad inilah, mulai ada kajian Khazanah Islam dan Rotibul Haddad hingga Zikir Saman. Sebelumnya hanya membaca Alquran dan pengetahuan agama,” tukas Gus Dulloh-sapaan akrab KH Abdullah Shodiq, ketua Umum Yayasan Ponpes Salafiyah Kota Pasuruan.

Baca Juga:  Training Penggerak Pesantren Hijau di Ponpes Mahasina Bekasi

Kiai Arsyad ini, kata Gus Dulloh, memiliki mantu Yasin Bin Rois, yang sebelumnya adalah santrinya di Pondok Kebonsari. Saat digantikan oleh Yasin, mulai ada pendidikan formal. Yakni Madrasah Ibtidaiyah.

Lalu, pihak Pondok Kebonsari melakukan kaderisasi pemimpin secara berturut-turut. Ada Kiai Sahal, menantu dari Kiai Arsyad dan kemudian digantikan oleh Kiai Muhammad bin Yasin.

Selanjutnya, Kiai Aqib bin Yasin. Sementara Kiai Ahmad Khusairi, menantu dari mbah Yasin memilih mendirikan Ponpes di Banyuwangi.

“Hingga akhirnya Kiai Hamid menantu Kiai Ahmad Khusairi menjadi pengelola pondok sekitar 1970. Saat itu, pondok setempat masih bernama Ponpes Kebonsari,” pungkas Gus Dulloh.

 

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA