Majalahaula.id – Syaban dalam bahasa Arab berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan bulan Syaban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai kebaikan. Popularitas sya’ban barangkali tidak sepopuler bulan rajab maupun ramadhan, meskipun ketiga bulan tersebut sebenarnya tidak bisa dipisahkan seperti dalam doa yang populer (Allahumma Bariklana Fi Rajaba Wa Sya’Bana Wa Balighna Ramadhan). Kemudian hadits yang berbunyi “Rajab adalah bulan Allah, dan Syaban adalah bulanku, Ramadhan adalah bulan umatku.” (HR Al Ashbahani dan Ibnu Abi Al Fawaris), juga telah menunjukkan siapa pemilik dari bulan-bulan tersebut. Rajab, adalah milik Allah, Sya’ban milik Rasulullah, dan Ramadhan menjadi milik Umat Rasulullah.
Memang benar bahwa rojab dan Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia. Namun tentu bulan sya’ban tidak boleh dilupakan begitu saja sebab banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan tersebut. Tentu juga karena bulan diciptakan Allah untuk Nabi Muhammad SAW, ia memiliki keistimewaan-keistimewaan yang khas sebagaimana bulan-bulan istimewa lainnya. Keistimewaan tersebut bisa terjadi dalam historis, maupun peristiwa-peristiwa penting lainnya.
Secara historis, kita tahu bahwa sejarah peralihan kiblat dari Baitul maqdis ke masjidil haram terjadi di bulan sya’ban. Momentum itu sendiri dilatarbelakangi cemoohan orang yahudi terhadap islam karena berkiblat sama dengan mereka dan dalam hati kecil Rasulullah juga menginginkan berkiblat di masjidil haram. Dan akhirnya kejadian itu dicatat sebagai asbabun nuzul dari surat Al Baqarah ayat 142-145. Dan ayat tersebut juga memberi penegasan kepada kaum yahudi bahwa kiblat umat islam dan kiblat yahudi adalah berbeda. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa umat islam mengikuti orang yahudi begitu pula sebaliknya. Dan secara eksplisit pula dalam ayat 143 terdapat kata “ummatan wasathan” yang sekaligus menegaskan bahwa umat islam dijadikan oleh Allah sebagai umat yang moderat (pertengahan). Dan ini sifat moderat inilah yang kemudian yang membedakan antara umat islam dan yahudi.
Sejarah yang lain juga mencatat bahwa di bulan yang terjepit antara bulan rajab dan Ramadhan tersebut, diturunkan surat al ahzab ayat 56 “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Terkait dengan shawalat, Kitab: Madza Fi Sya’ban menceritakan dari Abi Thalhah al-Anshari RA. Beliau mengatakan, bahwasanya pada suatu pagi Rasulullah SAW terlihat bahagia, dan wajah beliau terlihat berseri-seri. Para shahabat berkata : “Wahai Rasulullah. Pagi ini Engkau terlihat begitu bahagia dan wajahmu terlihat berseri-seri.” Rasulullah SAW menjawab, “Iya, ada seorang utusan Allah yang mendatangiku seraya berkata : “Barang siapa dari umatmu yang membacakan shalawat kepadamu, maka Allah akan menuliskan untuknya sepuluh kebaikan, melebur darinya sepuluh kejelekkan, dan mengangkatnya sepuluh derajat, dan baginya sama sebagaimana shalawat yang ia baca.” (Imam Mundziri berkata dalam kitab At Targhib : HR. Imam Ahmad dan Nasa’i) oleh sebab itu cukup masuk akal kalau kemudian Imam Ibnu Shaif al-Yamani menganggap bulan sya’ban sebagai bulan shalawat.
Dalam kitab yang sama pula Syaikh “Izzudin bin Abdissalam menjelaskan maksud dari membaca shalawat itu sendiri adalah bahwa bukan berarti kita bisa memberi syafa’at kepada beliau, karena sesungguhnya orang seperti kita tidak akan mampu memberikan syafa’at kepada orang semacam Rasulullah SAW, Akan tetapi Allah memerintahkan kita agar selalu membalas budi kepada orang yang pernah memberikan kenikmatan dan berbuat baik kepada kita, jika kita tidak mampu balas budi kepadanya, maka kita akan selalu berdo’a agar Allah berkenan membalas kebaikannya kepada kita. Jadi, ketika kita tidak mampu membalas kebaikan Nabi SAW pemimpin umat yang dahulu dan umat yang akhir, maka Allah Tuhan semesta alam memerintahkan agar kita mencintainya dan membaca sholawat untuknya, dengan harapan sholawat kita itu sebagai balas budi akan kebaikan dan keutamaannya. Sungguh!! tidak ada kebaikan yang melebihi kebaikan Nabi SAW kepada kita umatnya
Kemudian kita tahu bahwa dari aspek religiusitas bahwa di bulan yang sama pula semua amal catatan manusia diserahkan oleh malaikat atid dan rakib kepada Allah SWT. Sehingga tidak mengherankan kalau kemudian Rasulullah mengajari umatnya untuk melaksanakan puasa sya’ban meskipun hukumnya sunnah (tidak wajib). Dan diterangkan pula dalam beberapa hadits, bahwa Nabi paling agung tersebut berpuasa paling banyak dalam satu bulan, setelah bulan Ramadhan adalah di bulan sya’ban (lihat Bukhari no. 1969, Muslim no. 1156, Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649). Wallahu a’lam bish shawab.
*Guru MAN 2 Kota Kediri
BIODATA PENULIS | |
Penulis
Pekerjaan Ponsel |
: Mohammad Afin Masrija, S.H.I.
: Guru MAN 2 Kota Kediri : 085 930 933 444 |