Majalahaula.id – Ibadah puasa Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan kepada umat Muslim dalam kurun sebulan penuh. Allah Swt berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Mengapa kita berpuasa, salat, berhaji, dan berzakat? Agar kita bertakwa, agar kita semakin dekat kepada Allah Swt. Demikian di antara jawaban yang dapat ditemukan dalam Al-Quran dan sunnah. Namun, hakikat sesungguhnya hanyalah Allah yang mengetahuinya.
Setidaknya ada beberapa alasan atau sebab mengapa puasa wajib umat Islam ada di bulan Ramadhan. Pertama, bulan diturukannya Al-Qur’an (nuzulul Qur’an). Selain Al-Qur’an, kitab-kitab agama samawi lainnya seperti Taurat, Zabur, dan Injil juga diturunkan pada bulan Ramadhan. Maka tidak mengherankan jika sebagian ulama menyimpulkan bahwa alasan diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan adalah karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan kesembilan dari kalender Hijriyah itu. Kedua, malam kemuliaan (lailatul qadar). Pada bulan Ramadhan pula Allah menurunkan lailatul qadar, satu malam dimana beribadah satu kali pada malam itu lebih baik dari beribadah seribu bulan. Ketiga, umat Islam memenangkan perang Badar. Perang Badar inilah yang menjadi penentu dakwah Islam ke depannya. Ada yang berpendapat, jika umat Islam pada saat itu kalah maka kita tidak akan mendapati sejarah peradaban dan penyebaran Islam seperti saat ini. Keempat, pembebasan kota Makkah (fathu Makkah). Peristiwa ini menjadi salah satu momen paling bersejarah dalam peradaban Islam, dimana 15 ribu pasukan umat Islam dari Madinah menaklukkan Makkah tanpa peperangan dan pertumpahan darah. Kelima, induk bulan. Ramadhan adalah induk atau kepala dari bulan-bulan lainnya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad: Telah tiba bulan Ramadhan sebagai induk bulan-bulan lainnya (sayyidus syuhur), dengan membawa berkah maka ucapkanlah “selamat datang” sebagaimana kepada orang-orang yang mengunjungi kita dalam kerinduan.
Terlepas dari penjelasan di atas, hanya Allah lah yang mengetahui alasan mengapa puasa wajib yang dilakukan umat Islam terjadi di bulan Ramadhan.
Dalam konteks ibadah mahdlah, sebagai hamba Allah, kita melaksanakannya dengan ketundukan otentik dan kepasrahan total, dan menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya, tanpa harus bertanya mengapa. Mengapa? Sebab, ibadah yang dilaksanakan adalah bentuk penyerahan diri secara absolut dan bentuk cinta tanpa syarat kepada-Nya. Saat kita beribadah, kita sedang merefleksikan versi ter-genuine diri kita sebagai hamba.
Syari’at puasa pada intinya menahan diri dan mengendalikan syahwat (sesuatu yan menjadi keinginan dan kebutuhan manusia, seperti makan, minum, berhubungan suami istri), tetapi ditahannya dalam jangka waktu tertent meskipun sebenarnya halal dilakukan, dengan tujuan mengharap ridha Allah Swt. Syahwat seringkali menghancurkan harkat martabat seseorang. Oleh karenanya, dengan menahan diri dari semua keinginan dapat memperlemah syahwat. Dengan menahan diri juga dapat mengendalikan hawa nafsu seseorang yang seringkali tidak terkontrol dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa dapat mempersempit ruang gerak dan kesempatan syaithan untuk menggoda manusia. Sebab disaat berpuasa jaringan lemak dalam aliran darah menyempit sehingga syetan tidak mampu melewati. Hal ini berarti dapat mengurangi bahkan menghindari dari dosa. Puasa juga dapat digunakan untuk melatih kesabaran untuk taat kepada Allah. Saat puasa, sepanjang harinya seluruh nafas, gerak dan Langkah seseorang bernilai ibadah dan berpahala.
Berpuasa berarti melatih diri untuk menahan sesuatu yang sangat diinginkan tetapi bisa melatih diri untuk menahannya. Latihan yang terus ditempa selama sebulan ini mampu membentuk karakter seseorang menjadi tangguh, dan tak mudah menyerah yang pada akhirnya akan memperoleh kemenangan di saat lebaran tiba. Puasa merupakan media pendidikan untuk kejujuran. Dengan berpuasa seseorang akan bertindak sportif, integritas, dan konsisten karena merasa selalu diawasi Allah Swt di setiap detiknya.
Puasa dapat memadukan antara kehidupan raga dan jiwa, bahkan saat berpuasa seseorang tengah mengasah batinnya menuju ketajaman yang sejati. Sehingga muncul kepedulian dan empati kepada orang yang kurang mampu dan tidak berdaya. Syari‟at mewajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah di akhir pelaksanaan puasa adalah cermin dari kebersihan jiwa yang telah mendapatkan fitrahnya dan meraih nilai kemanusiaan.
Sebagai ibadah yang sangat pribadi dan personal, puasa merupakan bisnis antara hamba dengan Tuhannya (kullu ‘amal ibn Adam lahu illas-shiyaam, fainnahu lii wa ana ajzi bihi). Puasa adalah hidangan rohani, suguhan langit, nutrisi jiwa, purifikasi spiritual, yang akan menghapus kebencian, kepongahan, iri hati dan segala penyakit hati. Akhirnya puasa akan mempertajam spiritualitas dan memperhalus sensitivitas diri seorang hamba yang di dalamnya terdapat dimensi ketuhanan dan kemanusiaan.