Search

KH Afifuddin Muhajir Kelebihan Panggilan Gus

KH Afifuddin Muhajir
KH Afifuddin Muhajir

Majalahaula.id – Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengungkapkan bahwa panggilan ‘Gus’ memiliki keistimewaan dibanding panggilan titel lain.

Hal tersebut diungkapkannya saat menyapa Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam Halaqah Nasional Strategi Peradaban NU di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (29/01/2024). “Saya melihat bahwa Gus Yahya lebih terhormat daripada KH Yahya Cholil Staquf, sebagaimana Gus Dur dan Gus Mus,” ungkapnya.

Kiai Afif pun mengungkapkan sebuah maqalah ulama dikutip dari kitab Jam’ul Jawami yang menyebutkan bahwa Ibnu Subkhi menyebut Syafi’i tanpa menggunakan sebutan ‘imam’. Sementara menyebut dua orang pengikutnya Syafi’i dengan kata imam yakni Imamul Haramain dan Imam Fakhruddin ar-Razi. Menurutnya, banyak orang yang bertanya tentang hal ini. “Orang yang kapasitasnya seperti As-Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Annas, Imam Hambali, tak perlu dikasih imam (di depan namanya),” jelasnya.

Baca Juga:  Muhammad Lutfhi bin Yahya Terima Penghargaan Dharma Pertahanan

Panggilan ‘Gus’ dalam NU merupakan panggilan yang istimewa, khususnya di daerah Jawa yang sering diperuntukkan bagi putra seorang kiai. Di daerah lain juga ada tradisi panggilan spesial kepada anak kiai seperti ‘lora’, ‘ajengan’, ‘buya’, ‘anre’, atau ‘aang’.

Dalam buku Baoesastra Djawa yang ditulis Poerwadarminta, kata ‘Gus’ berasal dari kata Bagus. Awal mula panggilan ‘Gus’ ini berasal dari tradisi keraton yang memanggil putra raja yang masih kecil dengan penggilan Raden Bagus yang disingkat Den Bagus.

Sementara dalam sebuah Jurnal berjudul Makna Sapaan di Pesantren: Kajian Linguistik-Antropologis yang ditulis Millatuz Zakiyah (2018) disebutkan bahwa seiring berjalannya waktu, putra kiai disapa ‘Gus’ tidak terbatas oleh umur. Panggilan Gus tetap disematkan walau putra kiai tersebut sudah tidak kecil lagi.

Baca Juga:  Sufmi Dasco Ahmad Luruskan RUU Perampasan Aset

Panggilan ‘Gus’ juga melebar dan digunakan sebagai simbol ketokohan seseorang dari sisi agama. Walau bukan anak kiai, seseorang yang mendalam pemahaman agamanya juga bisa saja dipanggil ‘Gus’. Jadi, panggilan ‘Gus’ berdasarkan kajian sosiologis bisa didapat secara alami (ascribed status) yang disebabkan faktor keturunan dan melalui proses perjuangan serta pengorbanan atau achieved status. (Ful)

 

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA