Search

Pesan Penting Hadirnya Tahun Baru

Oleh: Usman Roin *

Majalahaula.id – TAHUN-baru, perlukah diperingati? Pertanyaan kecil ini adalah ringkasan berbagai informasi bila memperingati tahun baru seakan menjadi “wajib” bagi semua orang. Mulai dari kemana tujuannya? Akan berapa hari lamanya? Hingga, dengan siapa saja melaluinya?

Ketika ikut memperingati, itu artinya identitas kultural secara sosiologis seolah menegaskan, bila keberadaan kita teridentifikasi layaknya kehidupan sebagaimana orang pada umumnya.

Era milenial ini, aroma memperingati tahun baru seolah menjadi tuntutan bagian dari kebutuhan pokok. Sebagai contoh, informasi teranyar wisatawan di Bali, sampai rela jalan kaki oleh padatnya pengunjung. Hadirnya tempat-tempat yang mengunggah beragam keceriaan yang bisa dilalui dari medsos, turut menjadi dasar bila datangnya tahun baru “mesti” diperingati.

Padahal, kalau toh tidak melaluipun, bukan menunjukkan kurangnya harkat dan martabat kemanusiaan. Justru bila memperingati tahun baru menjadi suatu keharusan, maka yang menderita adalah orang-orang yang secara perekonomian lemah finansial. Itu karena, mereka sulit untuk bisa mewujudkan sebagaimana yang kita lakukan.

Tahun baru, tentu menjadi penanda, bila tahun yang dilalui telah habis. Hadirnya tahun baru, akan menambah jumlah angka menjadi lebih tinggi, yang berimbas pula pada bertambahnya usia umur kehidupan kita sebagai manusia di dunia.

Baca Juga:  Sufmi Dasco Ahmad Genjot Revisi UU Desa

Hanya saja, banyak orang tidak menyadari akan hakikat pergantian tahun baru. Yang jamak justru, terlarut dalam uforia keduniaan, tanpa coba secara peribadi berpikir filosofis esensi sebenarnya pergantian tahun baru. Oleh karena itu, pergantian tahun baru bagi penulis setidaknya memiliki dua pemaknaan penting, antara lain:

Pertama, tahun baru adalah tahun muhasabah. Ini lebih memberi maksud, perjalanan kehidupan dari tahun old (lalu) ke zaman now (sekarang) yang tentu menyisakan berbagai kenangan beragam.

Mulai dari yang pahit, manis, getir hingga asin layaknya asam garamnya  kehidupan. Maka muhasabah yang penulis maksud, lebih kepada mengkontekskan berbagai kenangan tersebut pada tempat sesuai dengan proporsi waktunya.

Gambarannya, bila tahun lalu ada kenangan pahit dalam kehidupan, berarti harus ditempatkan pada bingkai yang lalu, dan tidak perlu dibawa hingga dilarutkan kembali pada bingkai sekarang.

Justru bingkai sekarang adalah, kepahitan itu perlu dirubah menjadi kemanisan hidup yang dikonstruksikan melalui usaha mendalam mewujudkan kesuksesan. Bisa dengan mandiri atau bekerja sama dengan orang lain.

Baca Juga:  H Yaqut Cholil Qoumas Segerakan Kongres Ansor

Tata Strategi

Kedua, menata strategi kehidupan. Pergantian tahun baru bukan sekadar berlalunya kalender bulan Desember old menuju lembaran bulan Januari zaman now. Bukan pula seremonial kemeriahan panggung hiburan, megahnya pesta kembang api, kompaknya bunyi terompet, serta nyaringnya mercon yang diledakkan di udara. Atau pula, perilaku dugem di tempat wisata hingga melanggar berbagai norma keagamaan maupun hukum yang ada. Tentu bukan seperti itu esensi yang diinginkan oleh pergantian tahun baru.

Tahun baru adalah tahun merumuskan strategi kehidupan untuk setahun yang akan datang. Sehingga tahun baru dalam terminologi Agama adalah pengulangan kehidupan,  untuk kemudian diisi dengan berbagai strategi pendekatan peningkatan kehidupan yang lebih baik.

Tujuannya, guna menjemput kesuksesan hidup yang diimpikan. Sehingga, kehidupan zaman now –tahun baru– menjadi pemantik diri untuk memperbaiki segala usaha, ikhtiar maupun doa sebagai langkah memperbarui pola pikir (mindset), guna mewujudkan goal tujuan kehidupan yang diimpikan melalui implementasi nyata.

Tanpa strategi kehidupan, tentu keberadaan manusia bisa dikata tidak hidup. Pasalnya, strategi kehidupan tidak menjadi paradigma orientasi kebaruan menuntaskan mimpi-mimpi kehidupan yang belum tercapai, serta kembali melarutkan penyakit lama untuk di bawa pada peradaban yang sekarang.

Baca Juga:  H Yaqut Cholil Qoumas - Salut Kunjungan Jokowi

Dr. ‘Aid al-Qarni dalam bukunya, Rahasia Sukses Orang-Orang Besar, (2015:18), pun mengatakan, “Orang sukses tidak hidup ditepi peristiwa, tidak kosong pada nilai, dan tidak hidup dalam keterasingan.”

Untuk sadar terhadap hal itu, bagi penulis, tentu diperlukan kedewasaan berpikir, perluasan pergaulan, peningkatan kreatifitas diri dengan banyak belajar, dan tidak mudah menyerah terhadap rintangan.

Hal ini sebagaimana diingatkan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam buku Mutiara Pilihan Kitab Al-Hikam, (2012:103), mengatakan, “Janganlah heran jika terjadi kesukaran hidup selama berada di dunia. Sesungguhnya, kesukaran itu terjadi karena demikianlah yang patut terjadi, dan begitulah sifat dunia yang sesungguhnya.”

Akhirnya, penulis ucapkan selamat Tahun Baru 2024 kepada semua. Mari maknai kebaruan ini, sebagai revolusi dan inovasi langkah menuju cita-cita kehidupan yang diimpikan. Serta ikhtiar diri, untuk ikut menjaga kondusifisme pemilu 2024 mendatang berjalan lancar dan damai. Semoga, hal itu mewujud pada kita semua.

 

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI UNUGIRI dan Pengurus PAC ISNU Balen, Bojonegoro.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA