Majalahaula.id – Santri Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep yang tergabung dalam mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Integratif Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) melakukan audiensi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumenep, Sabtu (02/09/2023). Hal itu dilakukan usai melakukan musyawarah tertutup dengan Pemerintah Desa (Pemdes) Marengan Laok, Kalianget, Sumenep menyoal problem sampah rumah tangga.
Koordinator Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Posko 51, Khairul Jazil Al-Faizi mengatakan, kehadirannya ke DLH Sumenep sebagai jembatan untuk mencari benang merah terhadap persoalan lingkungan.
“Hal itu karena Desa Marengan Laok, Kalianget diklaim sebagai desa kumuh,” ujarnya.
Ia menyebutkan, ada 3 problem secara umum yang mestinya didengar oleh DLH, yaitu masyarakat kurang peduli dalam menjaga lingkungan, minimnya program berbasis pengelolaan sampah, dan minimnya fasilitas. Untuk mengatasi hal itu, pihak desa menggunakan kontainer milik PT Garam yang berlangsung sejak tahun 2019.
“Tahun 2015, Pemdes telah membentuk kader lingkungan dan pengadaan tempat sampah dengan menggunakan DD. Di tahun 2015 pernah melakukan audiensi ke DLH. Bahkan pada tahun 2015-2017 pernah melayangkan proposal dan menetapkan lahan yang siap dijadikan lokasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Sebuah pola pendekatan pengelolaan sampah pada skala komunal dengan melibatkan peran aktif pemerintah dan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat,” ucapnya.
“Proposal yang dilayangkan itu, ternyata sampai sekarang belum ada tanggapan. Di tahun 2023 ini, Pemdes akan memfokuskan pada problem lingkungan yang hingga kini menjadi masyarakat. Jika DLH bisa memfasilitasi atau menjawab proposal itu, Pemdes butuh bimbingan dan perhatian khusus agar problem ini menemukan benang merah,” sambungnya.
Mendengar pernyataan itu, staf DLH Sumenep Bambang Edi Hendarto merespons bahwa pihaknya telah melakukan program penyadaran yang dimulai sejak pra sekolah hingga masa sekolah. Terbukti program sekolah Adiwiyata dan desa berseri telah direalisasikan.
“Hanya saja setelah memberikan pelatihan pada masyarakat, kendala yang sebenarnya adalah ilmu yang diperoleh tidak dilestarikan,” ucapnya.
Di penghujung tahun 2022, lanjutnya, pihaknya telah menganggarkan 5 kontainer dan 3 unit roda tiga. Demikian di tahun 2023, dianggarkan 13 kontainer 4 unit tiga roda, dan incinerator yang akan ditempatkan di kepulauan Arjasa. Kendati harganya mahal, tetap dianggarkan karena sampah di Arjasa problem besar di sana.
“Di sana tidak ada SDM yang terdidik. Mau diangkut ke daratan, ongkosnya mahal. Termasuk kami menganggarkan proses daur ulang sampah yang bisa menjadi batu bara atau bahan bakar yang nantinya akan diletakkan di TPA Arjasa dan Batuan. Bantuan fasilitas dan didirikannya TPS3R di desa bisa didapatkan. Namun diukur dari permohonannya, melihat urgensitasnya, melihat anggaran dinas,” terangnya.