Majalahaula.id – Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan pernikahan GABA, pria beragama Katolik, dengan RYA, perempuan beragama Kristen Protestan, sah menurut hukum. Putusan itu ditetapkan pada 8 Agustus 2023 lalu.
“Menyatakan bahwa Perkawinan antara para pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang telah melangsungkan Perkawinan secara Agama Katolik pada tanggal 1 Februari 2023, adalah sah menurut hukum,” demikian putusan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr yang dikutip pada Senin (28/8/2023).
Hakim PN Jakarta Utara Yuli Effendi yang mengadili permohonan ini juga mengizinkan para pemohon untuk melangsungkan pencatatan perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara.
“Memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara dan memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara untuk melakukan pencatatan tentang perkawinan beda agama para pemohon ke dalam Register Pencatatan Perkawinan,” kata Hakim Yuli.
Dalam pertimbangannya, dijelaskan para pemohon telah melangsungkan perkawinan atau pemberkatan perkawinan secara agama Katolik pada 1 Februari 2023 di Gereja ST. Yohanes Bosco Paroki Danau Sunter Keuskupan Jakarta.
Hal itu berdasarkan Surat Perkawinan (Testimonium Matrimoni) Nomor Register III Halaman 028 Nomor 1634 yang ditandatangani oleh Pastor Andre Delimarta, SDB selaku Pastor Kepala dan Pastor Tarsisius Trianto, SDB selaku Pastor yang memberkati perkawinan.
Hakim Yuli menggunakan ketentuan Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan dan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 108 Tahun 2019 dalam pertimbangannya.
“Sehingga menurut Hakim merujuk pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, perkawinan yang telah dilangsungkan antara para pemohon dapat dicatatkan setelah mendapat penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan yang ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Selasa, 17 Juli 2023.
“Para hakim harus berpedoman pada ketentuan: Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan,” jelas Syarifuddin dalam beleid tersebut.
Sejumlah pengadilan di Indonesia telah mengabulkan pernikahan beda agama dan keyakinan. Beberapa pengadilan itu di antaranya PN Surabaya, PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Selatan, PN Tangerang, dan PN Yogyakarta.(Hb)