Search

Perlukah KPU Mengatur Jumlah Akun Medsos Peserta Pemilu?

Majalahaula.id – Saat ini mulai ramai dibicarakan terkait pemantauan terhadap jumlah akun media sosial peserta pemilu. Ada yang setuju, namun tidak sedikit yang menolak keras. Idelnya, seperti mengatur para peserta pemilu khususnya dalam hal bermedia sosial?

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, aturan batas akun media sosial (medsos) peserta Pemilu 2024 tidak signifikan untuk mengatur kampanye di medsos.

Peneliti Perludem, Nurul Amalia Salabi, menganggap bahwa berapa pun batas jumlah akun yang didaftarkan peserta pemilu, akan tetap muncul akun-akun siluman yang melakukan kampanye secara negatif atau bahkan menebar hoaks. “Banyak sekali akun yang sebetulnya akun tim kampanye, tapi tidak didaftarkan,” ujar Amalia, Rabu (28/06/2023).

Baca Juga:  Calon Pemilih untuk Pemilu 2024 dari Luar Negeri Diserahkan

Ia menganggap, seharusnya KPU membuka saja ruang untuk peserta pemilu mendaftar berapa pun akun yang memang akan digunakan untuk berkampanye di medsos. Selain itu, Perludem juga menyayangkan rencana KPU menyusun peraturan terkait kampanye di medsos yang dianggap kurang menyentuh jantung persoalan.

Amalia menyinggung bahwa para peserta pemilu di dunia sudah melirik iklan politik di medsos karena algoritma setiap platform menawarkan iklan tersebut bisa mencapai sasaran/target khalayak yang dikehendaki. “Pada 2019 diatur 10 akun. Sekarang (perubahannya hanya ditambah jadi) 20 akun. Hanya sebatas situ saja ternyata perspektifnya,” kata Amalia. “Padahal ada banyak tuh keresahan (terkait model kampanye di medsos). KPU tidak menangkap,” lanjutnya.

Baca Juga:  Jalan Lapang Pengurusan Sertifikat Aset Wakaf

Rancangan peraturan KPU terkait dianggap belum mendorong tanggung jawab dan transparansi kampanye di medsos. Padahal, dalam 90 hari terakhir saja, sudah miliaran rupiah dikucurkan untuk belanja iklan politik mengatasnamakan sejumlah politikus kondang dan partai politik melalui Facebook.

KPU juga tidak mengatur tanggung jawab platform media sosial terkait penyebaran konten berbahaya berkaitan dengan isu sosial-politik jelang Pemilu 2024. “Potensi kerawanan dan tindakannya seperti apa?” ujar Amalia. “KPU seharusnya bisa mengatur itu,” lanjut dia.

Dengan demikian, yang hendaknya mendapatkan perhatian adalah penyebaran konten media sosial, bukan semata jumlahnya. Karena yang lebih penting adalah seberapa bisa diperttanggung jawabkan akun yang ada tersebut dalam perjalanan mengikuti sejumlah aturan yang digariskan oleh KPU. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA