Majalahaula.id – Novel Hati Suhita karyanya menyita perhatian masyarakat. Khususnya dunia pesantren. Berawal dari cerita bersambung di Facebook, novel itu mendapat sambutan positif dari banyak pembaca. Hati Suhita dibukukan menjadi sebuah novel pada 2019 dan berhasil memecahkan rekor penjualan puluhan ribu eksemplar. Uniknya, buku ini diterbitkan secara minor dan tidak dijualbelikan di toko-toko besar. Sebuah terobosan yang layak menjadi alternatif bagi pengembangan usaha kalangan yang memiliki jaringan, termasuk pesantren.
Kepada NU Online, Sabtu (27/05/2023), dirinya mengungkap kesuksesan menerbitkan novel Hati Suhita yang kini penjualan lebih dari 90.000 eksemplar. Mulanya, ia tengah menulis lanjutan dari novel berjudul Wigati karena kehabisan ide beralih menulis cerita lain berjudul Hati Suhita. Kemudian ia posting di beranda Facebook. Ning Khilma, sapaan akrabnya, tak menyangka cerita bersambung (cerbung) itu mendapat perhatian banyak pembaca. Atas permintaan pembaca ia melanjutkan Hati Suhita hingga 13 bab. Rencananya, ia akan melanjutkan menulis hingga 15 bab. Namun, terpaksa dihentikan lantaran cerbung yang dia buat susah payah, diplagiasi.
Khilma dan suami memutuskan membukukan cerbung jadi sebuah novel. “Saya butuh waktu tujuh bulan merampungkan cerita Hati Suhita menjadi 33 bab, utuh. Itu pun ngos-ngosan mestinya dari 13 bab kalau aji mumpung jadi 15 bab saja sudah cukup untuk dibukukan,” ungkapnya.
Usai merampungkan 33 bab, Khilma mencari Penerbit Indie di Yogyakarta. Ia memilih penerbit indie juga bukan tanpa alasan. Pertama, ia memegang prinsip Gus Jigang ajaran Sunan Kudus. Gus artinya bagus atau baik. Ji artinya ngaji dalam bentuk lain menulis. Sementara Gang tidak serta merta dimaknai berdagang. “Ini adalah sebuah filosofi wujud kemandirian. Artinya, tidak bergantung kepada orang lain dan merdeka. Makanya, saya terbitkan indie,” ungkapnya.
Juga ingin memberdayakan perempuan yang menjadi mitra kerjanya agar mandiri secara mental dan ekonomi. Ada 200 lebih agen Hati Suhita yang tersebar di Jawa, luar Jawa, dan luar negeri. Kesemuanya adalah perempuan alumni pesantren, ibu rumah tangga, dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri, khususnya perempuan. (Ful)