Majalahaula.id – Pengurus Cabang (PC) Lembaga Seni Budaya Nahdlatul Ulama (Lesbumi) Kabupaten Mojokerto berhasil masuk tiga besar di ajang PWNU Jatim Award kategori lembaga.
Di babak final bersaing dengan dua nominator lain yakni dari Lesbumi Kabupaten Malang dan Sampang dalam presentasi nominasi.
Presentasi nominasi tiga finalis PWNU Jatim Award kategori lembaga digelar di Cafe Fastron, Universitas NU Surabaya Tower, Sabtu (21/1/2023) lalu. PC Lesbumi Kabupaten Mojokerto, Malang dan Sampang sukses menyisihkan 41 Cabang LESBUMI NU daerah lain pada babak seleksi di akhir bulan Desember 2022 lalu.
“Semua ikhtiar telah dilakukan Lesbumi demi puncak acara ini tak lain demi prestasi nama besar PCNU Kab. Mojokerto di kancah Jawa Timur,” kata Ketua Lesbumi Kabupaten Mojokerto, Abdul Wahid.
Di ajang puncak PWNU Jatim Award ini, Lesbumi Kabupaten Mojokerto membawa 17 orang pengurus dari 8 divisi. Bertugas sebagai presenter yakni Moch.Shofiyuddin (Sekretaris), ditemani oleh Abdul Wahid (Ketua) dan Ahmad Muhibbudin Aminoto (Wakil Ketua).
Dalam presentasi, Sekretaris Lesbumi yang akrab dipanggil Shofy menyampaikan profil organisasi, program kerja serta menampilkan kegiatan-kegiatan unggulan PC Lesbumi NU Kabupaten Mojokerto selama 4 tahun terakhir. Wahid mengatakan, dalam presentasi ini bahwa target program PCNU Kabupaten Mojokerto ke depan adalah meningkatkan prestasi dan total dalam berdedikasi.
“Mudah-mudahan dapat memenangkan PWNU Jatim Award ini,” ujar Wahid.
Program Ngaji Cengkir
Seniman sekaligus budayawan, Imam Mahmudi Nabillah mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan ini secara umum untuk mengingatkan kembali pada masyarakat bahwa harus paham sejarah bangsa Indonesia.
“Sejarah asal muasal segala budaya kita, tidak secara tiba-tiba menghukuminya dengan sesuatu yang taqlid, haram, bid’ah, syirik. Akan tetapi paham bagaimana asal muasal amaliah secara keagamaan dan secara kebudayaan itu berasal,” katanya.
Dalam pandangan Gus Imm, sapaan akrabnya bahwa sebagai warga negara Indonesia harus melestarikan budaya dan tradisi sebagai identitas di tengah gempuran globalisasi, modernisasi dan tantangan zaman.
“Karena seakan mengesampingkan budaya dan lebih menyukai menggunakan simbol-simbol budaya asing sebagai identitas,” ungkapnya.
Dirinya juga mengajak dan menyosialisasikan serta memberikan tempat yang seluas-luasnya kepada warga NU untuk mengekspresikan jiwa spiritualitasnya dengan wujud kebudayaan serta tradisi bangsa untuk diaplikasikan dalam ritualitas ibadah keagamaan.
“NU sangat adaptif dengan budaya, terbukti dengan adanya amaliyah tahlil, kenduri, manaqib barzanji, shalawatan, tabarrukan, ziarah dan sebagainya. Itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan NU sebagai jamiyah, dengan budaya dan adat masyarakat setempat,” urainya.
Ayuhannafiq sebagai cendekiawan NU dan pakar sejarah mengajak semua kalangan untuk berdakwah dengan tetap menjaga kedamaian. “Bahwa kita sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama bagaimana melakukan dakwah Islam rahmatan lil alamin yang sejuk, toleran dan damai,” katanya.