Majalahaula.id – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Hukum dan Pendidikan Mohamad Syafi Alielha menilai, permintaan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) terlalu berlebihan. Menurutnya, tuntutan tersebut justru menunjukkan keserakahan atas kekuasaan. “Undang-undang (UU) sekarang mengatur masa jabatan enam tahun (satu periode) dan kalau tidak salah bisa tiga kali. Itu sudah sangat cukup. Prinsip demokrasi dan good governance mensyaratkan adanya pembatasan kekuasaan,” kata Syafi.
Syafi melanjutkan, semakin lama sebuah kekuasaan, bukan berarti semakin baik untuk demokrasi dan kepentingan masyarakat. Kekuasaan yang berlebihan justru akan cenderung mengarah pada terpusatnya kekuasaan hanya kepada beberapa pihak. “Dan akan membuat kekuasaan menyimpang dari tujuan kebaikan bersama,” imbuhnya.
Ditambahkannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengurusi 200 juta orang lebih dari Sabang sampai Merauke saja, berdasarkan semangat reformasi, dibatasi hanya dua periode dengan masa jabatan per periode lima tahun. “Apalagi kepala desa yang hanya mengurusi ribuan orang. Menurut saya, undang-undang sekarang sudah lebih dari cukup,” tegas Syafi.
Hal senada juga diungkapkan peneliti pemerintahan desa Dr. Riza Multazam Luthfy di Surabaya, Kamis (25/01/2023). Riza menganggap 6 tahun masa jabatan kepala desa dengan 3 periode sudah sangat cukup, bahkan melebihi jabatan publik lainnya setingkat Gubernur hingga Presiden.
Jika dibiarkan bertambah, potensi penyalahgunaan kekuasaan akan semakin besar.
“Penyalahgunaan kekuasaan itu semakin besar apabila masa jabatannya juga semakin panjang. Sudah cukup sebenarnya UU No 6 tahun 2014 yang mengatur bahwa masa jabatan kepala desa itu 6 tahun dan bisa menjabat 3 periode, itu lebih dari cukup melebihi jabatan publik lainnya bahkan Gubernur hingga Presiden. Artinya kalau ditambah, potensi penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan semakin besar,” papar Riza.(Vin)