Search

Napak Tilas Sejarah NU di Pulau Seribu Masjid

Majalahaula.id – Jejak NU di Lombok sangatlah tua, setua usia berdirinya NU tahun 1926. Dibuktikan dengan adanya tokoh bernama Tuan Guru Haji (TGH) Muchammad Shaleh Hambali atau yang kerap disapa dengan panggilan akrab Tuan Guru Bengkel yang kembali dari studinya di Makkah tahun 1916.

Adi Fadli Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB dalam buku Pemikiran Islam Lokal TGH M Shaleh Hambali Bengkel menjelaskan, tokoh ini turut berjasa dalam memformulasikan dakwah, khususnya melalui medium tulisan.

“TGH Bengkel merupakan Sang alim yang dipandang sebagai pelopor pembaharuan pendidikan Islam di Lombok. Khususnya bagi lingkup Nahdliyin, dia tergolong seorang tokoh yang membesarkan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di NTB,” kata pria kelahiran Batu Kuta 26 Desember 1977 ini.

Baca Juga:  Pesantren Asy Syifa Bumi Kencana, Seputih Agung Tuan Rumah Latihan Kader Dasar PC Fatayat NU Lampung Tengah

Mubaligh ini lahir dengan nama Muhammad Shaleh. Ayahnya bernama Hambali, sedangkan ibunya adalah Halimah alias Inaq Fatimah.  Dengan tujuh bersaudara yakni Abu, Fatimah, Amsiah, Rukiyah, Selamin, Syamsiyah, dan Khadijah. Dirinya merupakan anak bungsu.

Dikutip dari buku Biografi TGH Shaleh Hambali karya Ahmad Zahroni, Tuan Guru Bengkel lahir di Desa Bengkel, Lombok Barat, NTB, pada Jumat 7 Ramadhan 1313 Hijriyah bertepatan dengan 1893 M. Nama belakangnya itu Bengkel merujuk pada desa tempat kelahirannya.

Katib Syuriyah PWNU NTB ini menerangkan, saat masih dalam kandungan, ayahanda Tuan Guru Bengkel meninggal dunia. Allah SWT juga menakdirkan, ibundanya wafat saat lelaki ini masih berusia bayi, sekira enam bulan.

Baca Juga:  Ketua Muslimat NU Indragiri Hilir Riau Bantu Dhuafa

Sebagai anak yatim-piatu, Muhammad Shaleh kemudian diasuh oleh pamannya yang bernama Haji Abdullah. Saat menginjak usia tujuh tahun, ia belajar agama Islam kepada seorang dai, Guru Sumbawa alias Ramli, di Desa Bengkel. Lima tahun lamanya ia menuntut ilmu kepada ustaz tersebut.

Sesudah itu, Shaleh berkesempatan mengikuti rihlah ke Makkah al-Mukarramah. Di Tanah Suci, dia tidak hanya menunaikan ibadah haji, tetapi juga meneruskan perjalanan menuntut ilmu-ilmu agama. Waktu itu, dia masih berusia belasan tahun. Di Hijaz, ia belajar sekira sembilan tahun, yakni sejak 1912 hingga 1921. Berbagai ilmu dipelajarinya. Di antaranya adalah fikih, tafsir Alquran, dan tasawuf.

Selama di Makkah, ia banyak belajar kepada sejumlah ulama terkemuka. Sebut saja, Syekh Said al-Yamani dan putranya, Syekh Hasan; Syekh Alawi Maliki al-Makki; Syekh Hamdan al-Maghrabi; Syekh Abdussatar Hindi; Syekh Said al-Hadrawi Makki, dan Syekh Muhammad Arsyad. Ia juga belajar kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Tanah Suci. Misalnya, TGH Umar (Sumbawa), TGH Muhammad Irsyad (Sumbawa), TGH Haji Utsman (Serawak), KH. Muchtar (Bogor), KH Misbah (Banten), TGH Abdul Ghani (Jembrana-Bali), dan TGH Abdurrahman (Jembrana-Bali).

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA