AULA, Surabaya – Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengadakan kegiatan sosial berbasis Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Desa Rangkang Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo yang dimulai pada April – November 2022.
Tim pelaksana yakni Dr Najlatun Naqiyah MPd, Neni Mariana SPd MSc PhD, dan Ari Khusuma Dewi SPd MPd. Penelitian ini didanai oleh PNBP Unesa.
Najlatun Naqiyah memaparkan, adapun tujuan PKM adalah meningkatkan kompetensi Guru SD Namira dalam membuat buku panduan ramah budaya.
Dengan konteks budaya lokal, serta menyiapkan materi-materi pembelajaran ramah budaya sesuai tingkatan kelas.
Dalam penelitian, permasalahan yang ditemukan yakni kurangnya kepekaan budaya guru. Terutama dalam menangani siswa yang memiliki perbedaan budaya.
“Hal ini disebabkan, kurangnya pengetahuan dalam implementasi bimbingan dan konseling ramah budaya,” kata Najlah.
Adapun kontribusi mendasar pada khalayak sasaran meliputi pelatihan bimbingan dan konseling multibudaya dan pengembangan bimbingan dan konseling ramah budaya dalam menangani siswa yang berbeda budaya. Rencana luaran dari kegiatan PKM berupa buku ajar bimbingan dan konseling ramah budaya di sekolah dasar.
Dirinya menerangkan, Bapak dan ibu guru antusias dalam kegiatan ini dan telah mengikuti seminar pada hari Jum’at, 05 Agustus 2022 secara online melalui zoom meeting pada pukul 13.00-15.00 WIB.
Materi yang disampaikan dalam forum yakni Workshop Menulis Panduan Bahan Ajar Matematika Ramah Budaya oleh Neni Mariana SPd MSc PhD, Sekolah Berbudaya oleh Ari Khusuma Dewi SPd MPd, danImplementasi Bimbingan dan Konseling Ramah Budaya Di SD Namira Dr Najlatun Naqiyah MPd.
Dalam materi pertama yang disampaikan oleh ibu Neni Mariana, S.Pd., M.Sc., Ph.D. yang berjudul “Workshop Menulis Panduan Bahan Ajar Matematika Ramah Budaya” yang bagaimana implementasi matematika pada kehidupan sehari-hari disekolah? Di sini ada banyak kegiatan sekolah yang dilaksanakan di SD Namira seperti Upacara bendera, sholat berjamaah, Market day dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dalam pendidikan yang diajarkan harus mengutamakan kerelegiusan.
“Dari sini mengapa matematika bisa dikaitkan dengan budaya? Matematika juga tidak melulu tentang abstrak, aksiomatik, tapi menurut ambrosio ada etnomatematika yang bisa dikaitkan dengan budaya”, tuturnya.
Nah bagaimana contoh dari implementasinya? Contoh yang pertama, dari semua kultur yang ada di SD Namira seperti: market day jual beli, pendirian stand dengan geometri, lalu juga sholat dhuha atau berjamaah gerakan sholat berhubungan dengan sudut, bilangan rokaat, lalu terkait juga dengan upacara bendera hormat sudut lancip, estimasi tinggi tiang bendera, susunan barisan. Ada juga implementasi pada refleksi budaya pada pakaian adat yaitu pada pola baju batik.
Materi kedua yang disampaikan oleh Ari Khusuma Dewi SPd MPd, yang berjudul “Sekolah Berbudaya”, di dalam nilai dan unsur budaya terdapat sebuah pengetahuan, peralatan teknologi hidup, kemasyarakatan, bahasa, agama, mata pencaharian, kesenian dan lain-lain.
Karena dalam implementasi di sekolah ramah budaya sangat toleransi dan juga mengembangkan budaya, serta juga kurikulum yang melek akan budaya.
“Adapun tentang BK di SD dengan konselor kunjung jadi tidak harus 1 SD 1 guru BK. Lalu apa yang dilakukan guru-guru di SD tersebut? Yaitu melakukan asesmen menyeluruh, lalu melakukan FGD pada semua aspek selanjutnya menganalisis dan mengetahui budayanya hal itu adalah bahan untuk pendidikan/parenting,” ungkapnya.
Dan materi yang terakhir yaitu materi ketiga yang disampaikan oleh i
Dr Najlatun Naqiyah MPd yang berjudul ” Implementasi Bimbingan Dan Konseling Ramah Budaya Di SD Namira.
Dijelaskan, dalam konseling ramah budaya mempunyai urgenitas yaitu tentang keberagaman latar budaya. Pengertiannya adalah hubungan profesional antara konseli dan konselor atau pembimbing yang mengedepankan toleransi budaya, dan kompetensi dasar konselor adalah respectful.
Menurutnya, dalam implementasi BK ramah budaya dibagi menjadi 3 bagian, pertama pada kelas tinggi yaitu memunculkan rasa empati, lalu ada penyesuaian untuk kebutuhan anak, media dan palform yang menarik, metode student center, pendekatan secara personal.
Selanjutnya ada kelas rendah yaitu melakukan asesmen komprehensif, pemberian reward kepada anak, pemberdayaan perempuan berdasarkan budaya. Dan yang terakhir adalah pada mata pelajaran yaitu dengan memodifikasi pembelajaran.
Setelah materi disampaikan oleh semua para pemateri lalu di bukalah sesi tanya jawab, ada 4 penanya, pertama yang menyimak pembelajaran tentang pembelajaran budaya yang terintegrasi oleh Pelajaran PAI seperti pembudayaan sholat berjamaah, sedekah, dll. Bagaimana implementasi dalam matematika?”
Jawabannya, misalnya untuk sedekah bisa disepakati jumlah nomial, terkait pengukuran ubin lantai dan sebagainya.
Kedua, bagaimana memberikan pemahaman untuk memperbaiki krisis moral SD kelas 5 yang berkaitan dengan konten negatif yang seharusnya bukan untuk siswa?”
Jawabannya, mengajarkan pendidikan seks sesuai kebutuhan anak. Misal, Penerimaan diri fisik, kognitif, konten-konten yang bisa diterima, perubahan diri, cara menjaga kebersihan, cara menjaga kesehatan, guru sebagai filter siswa, dan memberitahukan peraturan yang berlaku.
Ketiga, bagaimana mengintegrasikan kearifan lokal dengan kurikulum merdeka profil penguatan pelajar pancasila?”
Jawabannya, bisa mengangkat nilai-nilai pesantren dalam pelajaran pancasila, melalui kunjungan ke pesantren besar di Probolinggo.
Keempat “bagaimana melakukan bimbingan untuk siswa yang mengulang kesalahan?, Jawabannya, mengetahui latar belakang siswa (Nilai, sikap) tidak semua siswa senang jika diberi reward, tidak semua siswa berubah jika diberi hukuman. Mmepelajari orang tua dan mengajari mendidik anak. Perlu berkolaborasi dengan orang penting siswa agar didengarkan untuk pengubahan perilaku.
“Itulah semua rangkaian dari kegiatan pkm bimbingan dan konseling ramah budaya di SD Namira,” pungkasnya. Dy/Ena