Search

Siti Nadia Tarmizi Pengobatan Ganguan Ginjal Akut

Majalahaula.id – Banyak informasi yang cukup meresahkan terkait pembiayaan pasien yang mengalami ganguan ginjal akut. Karenanya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan biaya pengobatan pasien gangguan ginjal akut atau acute kidney injury/AKI misterius ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini mengatakan, biaya pertanggungan ini disesuaikan dengan kepesertaan BPJS masing-masing.

“Sesuai dengan pembiayaan yang dipunyai pasien. Kalau peserta BPJS pasti ditanggung. Jadi sesuai kepesertaan BPJS masing-masing,” kata Nadia Jumat (21/10/2022).

Hal serupa juga disampaikan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Adapun RSCM adalah rumah sakit rujukan untuk pasien gangguan ginjal akut atau gangguan ginjal progresif atipikal.

Baca Juga:  Dwikorita Karnawati Kabar Baik, El Nino Menurun

Direktur Utama RSCM dr. Lies Dina Liastuti menyampaikan, rumah sakit tidak membebankan biaya kepada pasien sepanjang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Bahkan, pasien tidak dikenakan biaya meskipun obat-obatan penawar (antidotum) itu didatangkan dari Singapura.

“Kita memakai obatan-obatan dari luar negeri yang harganya cukup mahal, itu tidak di-charge pada pasien. Demikian pula dengan pemeriksaan lab-lab yang kita kirim, pasien tidak dibebani,” jelas Lies.

Sebagai informasi, Kemenkes mencatat jumlah penderita gangguan ginjal akut misterius mencapai 206 kasus yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia hingga Selasa (18/10/2022). Sebanyak 99 di antaranya meninggal dunia. Mayoritas pasien yang meninggal adalah pasien yang dirawat di RSCM karena rumah sakit rujukan yang notabene menerima pasien tingkat lanjut.

Baca Juga:  Krisdayanti Jelaskan Kondisi Cucu

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tingkat kematian gangguan ginjal akut mendekati 50 persen. Sementara itu, balita yang terpapar penyakit ini mencapai sekitar 70 orang per bulan. Ia bahkan menyebut realitasnya lebih banyak dari 70 kasus.

Oleh karena itu, pihaknya mengambil langkah konservatif dengan menginstruksikan tenaga medis termasuk dokter tidak meresepkan obat cair kepada pasien dan menginstruksikan apotek agar tidak menjual obat dalam bentuk cair.

“Mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an (kasus) per bulan. Realitasnya pasti lebih banyak dari ini), dengan fatality atau kematian rate mendekat 50 persen,” beber Budi. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA