Majalahaula.id, SEMARANG, Joglo Jateng – Fakukltas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang menyelenggarakan seminar untuk membedah tafsir Al-Bayan karya Pengasuh Ponpes Asshodiqiyah Semarang, KH Shodiq Hamzah.
Selaku pembahas dalam seminar ini, yaitu Pengkaji Tafsir Nusantara Dr Islah Gusmian, M.Ag dan Ahli Tafsir UIN Sunan Kalijaga Dr Ahmad Rofiq, MA.
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Dr Hasyim Muhammad menjelaskan, KH Shodiq Hamzah merupakan ulama yang produktif.
Sebanyak 37 karya dia tulis. Dan terakhir adalah tafsir Al Bayan yang dibedah ini.
Hasyim menjelaskan, tafsir Al Bayan diselesaikan penulisannya selama dua tahun dan merupakan karya yang luar biasa. Oleh sebab itu, forum ini merupakan kesempatan yang luar biasa dalam kajian tafsir.
“Ini bagi mahasiswa sangat penting. Ini baru. Ini kesempatan luar biasa. Anda bisa ramai-ramai untuk mengkaji beliau,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, KH Shodiq Hamzah memaparkan bahwa tulisan tafsirnya berangkat dari pengamatannya terhadap kebutuhan masyarakat umum. Karena itu, ia menulis menggunakan tulisan latin berbahasa Jawa.
KH Shodiq juga melihat beberapa tafsir sebelumnya, seperti Tafsir Ibriz, Tafsir Iklil, Tafsir Kemenag, dan lainnya. Menurutnya, tafsir-tafsir itu kurang bisa dipahami secara langsung oleh masyarakat awam.
“Karena itu saya mencoba menulis, saya lihatkan ke beberapa orang, dia bisa paham,” ungkap KH Shodiq.
Di dalam tafsirnya tersebut, KH Shodiq di awal surat menjelaskan terkait turunnya surat makiyah-madaniah, jumlah ayat, kalimat, sampai jumlah huruf. Ia menuliskan tafsirnya menggunakan huruf latin dan dibuat per kosa kata al-Qur’an. Tak hanya itu, juga ada penjelasan asbabun nuzul dan penjelasan tambahan lainnya.
“Penjelasan saya ambil dari karya ulama-ulama dahulu. Sudah lengkap 30 juz,” paparnya.
Ahli Tafsir UIN Sunan Kalijaga Dr Ahmad Rofiq, MA menilai tafsir tersebut meskipun menggunakan bahasa lokal, tapi bukan tafsir lokal. Pasalnya, isu-isu global juga dibahas di dalam tafsir Al Bayan ini. Bahkan, fenomena lokal atau Jawa dalam tafsir ini tidak dibahas.
“Beda dengan Tafsir Ibriz yang ada fenomena Jawanya,” ucapnya.
Terkait coraknya, Rofiq mengatakan, bahwa tafsir ini memiliki beragam laun atau warna. Ini menunjukkan penulisnya yang tidak konsisiten. Tetapi, katanya, justru banyak karya-karya besar yang memang tidak kosisten, seperti Al Itqon karya As Syuyuti.
“Justru karya-karya besar memang banyak yang inkonsisten. Yang konsisten hanya desertasi,” ujarnya, disambut tawa hadirin.
Salah satu yang disorot oleh Rofiq, tafsir Al Bayan ini juga diwarnai diksi-diksi khas pesantren. Seperti kata “Tafa’ul”. Makna tafaul khas santri, menurutnya beda dengan makna yang ada di dalam Ibnu Mandzur, Lisanul Arab.
Sementara itu, Pengkaji Tafsir Nusantara Dr Islah Gusmian menyampaiakan bahwa al-Quran tafsir dengan bahasa Jawa sebenarnya banyak sekali. Termasuk tafsir karya KH Shodiq akan menambah kekayaan karya tafsir dalam Bahasa Jawa.
Sedangkan terkait rasm atau tulisan, Islah menyebut rasm yang digunakan KH Shodiq agak berbeda dengan rasm usmani yang lain. Ini memang kesengajaan penulisan atau kesalahan ketik. Meski demikian, ISlah menyarankan agar rasm-nya disesuaikan dengan rasm Kemenag.
“Kita menyerahkan sesuaikan Kemenag saja,” ucapnya.
Adapun terkait makna dalam tafsir Al Bayan, Islah mengakui bahwa tafsir tersebut keren. Yaitu menggunakan tradisi pesantren dibawa ke dunia lain.
“Menurut saya ini pilihan yang keren untuk masyarakat umum,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, dalam tafsir Al Bayan ini tradisi unggah-ungguh di Jawa juga dipakai oleh KH Shodiq. Seperti ketika orang munafiq menggunakan diksi “ngucap”, sedangkan Nabi “ngendiko”. Hal itulah yang membuat tafsir ini unik.
“Terjemah yang beliau pilih ini unik. Mengadaptasi tradisi, juga memberikan kata kunci yang dijelaskan,” terangnya.