Majalahaula.id – Rangkaian Halaqah Fikih Peradaban sebagai salah satu rangkaian kegiatan menyambut 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) akhir pekan lalu digelar di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kali ini halaqah mengangkat tema Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru dengan subtema Arah Geopolitik dan Geostratejik NU dalam Tatanan Dunia Baru.
Acara ini berlangsung dengan dua sesi. Sesi pertama, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla bersama Ketua PBNU Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) sebagai narasumber menyampaikan materi tentang tema yang diangkat.
Gus Ulil menyampaikan beberapa alasan manusia membutuhkan peradaban menurut Ibnu Khaldun, seorang ulama yang mendapat julukan Bapak Sosiologi dalam Islam. Ibnu Khaldun menyebut peradaban adalah tempat manusia tinggal atau menetap dan ramai karena saling beraktivitas.
Gus Ulil menyebut, peradaban bagi Ibnu Khaldun identik dengan kota. Namun, kota yang dimaksud Ibnu Khaldun itu bukan kota yang ada di zaman modern seperti sekarang. Kota yang dimaksud adalah tempat manusia berkumpul, menetap, dan berkegiatan. Semakin tempat itu maju dan ramai dengan aktivitas manusia maka peradaban akan semakin maju.
Karena itu, kata Gus Ulil, Nabi Muhammad pun tidak terlalu suka dengan orang-orang yang hidup secara nomadik atau berpindah-pindah tempat, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 97. Gus Ulil memaknai, orang-orang badui yang tinggal di padang pasir dan hidup secara nomadik itu sangat kuat dalam kekufuran. Mereka sangat sulit untuk dilembutkan hatinya dengan iman karena hidup dalam kehidupan yang nomadik. “Peradaban hanya bisa lahir di kota, tempat manusia tinggal bareng kemudian membangun peradaban bersama,” ungkap pengampu Ngaji Ihya’ di Youtube ini.
Sementara itu, Ketua PBNU Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali mengungkapkan salah satu agenda besar PBNU di bawah kepemimpinan Gus Yahya, adalah menciptakan perdamaian dunia. Ali menjelaskan dari upaya Gus Yahya dalam menciptakan perdamaian di dunia itu. Salah satu alasan paling mendasar adalah karena PBNU ingin menghentikan sentimen atas dasar agama, ras, dan identitas. “Kalau kita semua masih konflik, bumi ini hancur. Karena sekarang senjata sudah jauh lebih canggih daripada zaman dulu. Nuklir yang ada di dunia hari ini cukup digunakan untuk menghancurkan seluruh permukaan bumi,” ungkap Savic.
Lalu pada sesi kedua, para peserta halaqah terlibat aktif dalam berdiskusi mengenai fikih siyasah dan tatanan dunia baru. Dari diskusi ini, terdapat rumusan-rumusan penting yang akan disusun oleh PBNU menjadi sebuah bahasan untuk dibawa ke dalam Muktamar Internasional Fikih Peradaban, pada Januari 2023 mendatang. Halaqah Fikih Peradaban ini akan digelar di 250 titik se-Indonesia, sejak Agustus hingga lima bulan ke depan. (Vin)