Search

Masalah Shalat Jamaah Perempuan

Permasalahan hukum perempuan yang keluar rumah untuk shalat berjamaah terus menjadi pro-kontra. Hal tersebut seiring kemunculan masalah ini di sejumlah media sosial pekan terakhir. Dan putri KH Kholiq Ridlwan Lirboyo, Kediri, Jawa Timur ini turut mengupas hukum suami mengajak shalat berjamaah istri di masjid.

“Hukum fiqih sering dikatakan dalam Fathul Qorib dan Fathul Mu’in bahwa perempuan lebih baik di rumah daripada di masjid yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah,” papar Ning Imaz, sapaan akrabnya dalam tayangan YouTube NU Online Kamis (25/08/2022).

Ia menuturkan, jika dilihat dari permasalahan hanya ada pada keluarnya perempuan ke masjid maka ada perbedaan pendapat. Dan hal ini hendaknya menjadi perhatian sejumlah kalangan.

Baca Juga:  Nurul Hidayatul Ummah - Kampanyekan Indonesia

“Apalagi fiqih kontemporer sudah lebih pro perempuan karena memang tantangan zaman sudah berubah. Jika zaman dahulu fiqih klasik mengatakan perempuan tidak boleh keluar kecuali disertai mahram supaya terhindar fitnah,” tuturnya.

Ning Imaz melanjutkan, fitnah di sini jadi pokok larangan perempuan untuk keluar rumah sendirian. Maksud fitnah bukan perkataan tetangga yang tidak sesuai realitas, tapi suatu kondisi di mana perempuan dikhawatirkan mendapatkan pelecehan seksual.

“Lalu jika perempuan dituntut keluar rumah untuk berkarir yang sebenarnya ma’ruf dan memberi manfaat maka hukum kontemporer jika aman dari fitnah itu tidak masalah,” paparnya.

Dirinya menjelaskan cara perempuan agar aman dari fitnah yakni dengan mengajak perempuan lain yang sama-sama sehat jasmani rohani. Kemudian melewati jalan yang tidak membahayakan dirinya.

Baca Juga:  Arumi Bachsin Ingin Terlihat Awet Muda

“Kalau ke tempat umum diperbolehkan sendiri yang penting aman dari fitnah. Kalau menggunakan hukum fiqih kontemporer yang diimplementasikan perempuan lebih baik jamaah di rumah atau di masjid, maka menurut saya di masjid,” tandasnya.

Ia menambahkan, jika ke masjid aman dari fitnah, maka menurutnya berjamaah di masjid mendapat fadhilah lebih banyak, karena ada fadhilah tempatnya, dan ada usaha untuk berjalan menuju kebaikan.

“Oleh karena itu dalam mengimplementasikan hukum, kita harus melihat situasi dan kondisi yang ada di realitas kita. Lebih baik mana dan bisa dipertimbangkan sendiri,” pungkasnya. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA