Search

Perjuangkan Kedudukan Perempuan dalam Sektor Pendidikan

Tidak pernah direncanakan untuk bisa menjadi Rektor di IAIN Ponorogo. Namun segala proses yang ia jalani mulai mendapat pengakuan dari beberapa pihak. Termasuk Kementerian Agama, yang memintanya untuk menjadi pemimpin di kampus tempatnya mengajar.

Begitulah awalnya Dr Hj Evi Muafiah Mag memutuskan mengiyakan kehendak itu. Baginya hal ini juga bisa membantunya dalam memperjuangkan hak dan kedudukan perempuan lebih tinggi lagi, terutama dalam sektor pendidikan.

“Sebenarnya semua mengalir begitu saja tanpa diperkirakan. Karena masukan dari berbagai pihak akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar. Kebetulan saya juga sudah memenuhi beberapa persyaratan secara administratif. Diantaranya pernah menjabat sebagai ketua jurusan atau ketua lembaga,” tutur perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) IAIN Ponorogo ini.

Evi mengaku, untuk di lembaga dirinya pernah menjadi Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Itu merupakan satu dari beberapa syarat untuk bisa menjadi rektor. Kepangkatan secara struktural fungsional itu minimal harus Lektor Kepala 4 A. Sedangkan ia sudah memenuhi itu semua.

Baca Juga:  Ratna Juwita Sari - Kecewa Kondisi BRIN

“Tetapi memang saya saat itu untuk menjadi seorang ketua jurusan atau ketua lembaga lebih pada perintah. Bukan mengajukan. Bukan kemudian saya melamar, tetapi itu lebih kepada pilihan dari pimpinan maka saya kemudian diberikan jabatan itu.” Kata perempuan kelahiran Madiun 9 September 1974 ini.

Meski awalnya sempat tidak terpikirkan untuk mendaftar rektor, Evi menuturkan, setelah mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama saat itu, dirinya merasa tertantang dan ingin membuktikan bahwa perempuan juga punya kemampuan untuk itu. Sehingga dirinya berani mendaftar.

“Saya ingin menunjukkan bahwa perempuan juga bisa menjadi atau mencalonkan diri sebagai rektor. Jadi lebih kepada menantang kemampuan saya sendiri. Mewakili para aktivis perempuan yang ada di kampus saya. Dan juga di antara perempuan lainya yang memang selama ini sudah berkiprah di bidang pendidikan. Saya lebih ingin mengatakan diri saya ini sebagai aktivis gender, inilah kesempatannya,” paparnya.

Baca Juga:  Hj Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid : Pesantren Ujung Tombak Vaksinasi

Evi yang sedari awal aktif dalam forum-forum kajian gender dan feminisme, ada keinginan untuk pembelajaran atau pendidikan itu ramah untuk semuanya. Tidak hanya untuk laki-laki tetapi juga untuk perempuan dan difabel. Maka dirinya ingin membuat perguruan tinggi yang responsif gender. Hal itu juga dituangkannya dalam visi misi saat pencalonan rektor.

Alhasil visi misi itu mendapatkan dukungan besar dari kementerian, sehingga dirinya bisa dipercaya sebagai Rektor IAIN Ponorogo yang baru di tahun 2021. “Meskipun untuk menuju ke arah itu banyak hal yang harus saya lakukan, namun tidak menutup kemungkinan cita-cita saya itu akan terwujud. Sehingga kiprah perempuan bisa lebih terlihat. Khususnya dalam kepemimpinan di bidang pendidikan,” tuturnya.

Baca Juga:  Dinan Nurfajrina Terus Dukung Suami

Beberapa hal yang sudah dilakukan Evi antara lain, penempatan kepala perempuan yang memang sudah memenuhi standar profesional. Sehingga memiliki kemampuan menduduki formasi-formasi di kampus maka akan diberikan.

Untuk mendukung semua kebijakan yang mengarah kepada perguruan tinggi yang responsif. Memang Evi harus mencari sosok-sosok perempuan yang juga responsif gender. Karena sebenarnya tidak semua perempuan responsif gender.

“Dari situ saya membuat lingkungan teman-teman, bagaimana bisa memberikan pemikiran yang responsif gender. Saya lakukan dasarnya, kemudian saya mengangkat satu dekan yang perempuan. Sehingga bisa berlanjut ke beberapa lini yang lain,” pungkasnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA