Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki meyakini UMKM mampu menyuplai kebutuhan alat kesehatan (alkes) dalam negeri sekaligus memproduksi alkes yang bisa menyubstitusi produk impor.
MenKopUKM Teten Masduki mengatakan hingga saat ini produk di sektor kesehatan masih banyak yang merupakan barang impor. Tapi di satu sisi, dari waktu ke waktu produk lokal kesehatan semakin baik dan tak kalah bagusnya dengan produk impor.
“Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersinergi dengan berbagai pihak mengembangkan produk UMKM untuk diperbaiki agar menjadi rantai pasok industri nasional,” kata Menteri Teten dalam acara Fasilitasi Pengembangan Alkes Produksi UMKM di Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/8).
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Teten hadir bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin beserta Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, dan Kepala Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati.
MenKopUKM mengatakan, jika UMKM bisa terintegrasi, maka akan semakin memperluas akses pembiayaan UMKM ke sektor keuangan. Ia pun mengajak setiap orang untuk menyamakan persepsi antara kebutuhan dan rantai pasok.
“Kita mulai dengan mendapatkan informasi, sehingga UMKM bisa diarahkan untuk memproduksi alkes dengan teknologi sederhana. Sayang sekali jika jarum suntik saja kita harus impor,” ucap Menteri Teten.
Pengadaan belanja Pemerintah di dalam negeri menurut Menteri Teten sudah sangat baik. Beberapa alkes yang sudah masuk pengadaan barang di Kemenkes dan mampu diproduksi usaha mikro seperti kassa, kapas, masker, maupun sarung tangan yang sebagian besar merupakan produk yang sekali pakai akan habis.
“Kita juga harus mengembangkan riset yang bisa digunakan untuk pengembangan produk alat kesehatan. Kami akan berkolaborasi dengan Kemendikbud misalnya melalui macthing fund yang membiayai Research and Development (RnD) riset join di kampus dan produknya dibuat UMKM,” katanya.
Sementara, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut sekitar 50-60 persen alkes dan obat-obatan berasal dari produk impor. “Apa-apa yang bisa diproduksi dalam negeri kalau bisa kita buat sendiri dari dalam negeri. Nah kalau yang susah kita suruh mereka datang ke Indonesia buka pabrik dan tranfer teknologi serta pengetahuan,” ucap Budi.
Ia juga merinci, dari besar potensi penciptaan alkes oleh UMKM, jika sekitar 20 persennya saja dibuat UMKM kata Menkes, akan sangat membantu ekonomi dalam negeri. Menurut Budi, Kemenkes melakukan program afirmasi. Jadi pengadaan barang lewat SIRUP, maupun di e-katalog bisa dilihat secara online barang apa saja yang dibutuhkan dan masuk di Kemenkes.
“Tapi kalau UMKM yang sudah masuk ke pengadaan, sistemnya kita lock. Jadi tak bisa lagi pengadaan lewat impor. Saat ini yang sudah 100 persen produk dalam negeri dari Kemenkes itu tempat tidur rumah sakit, ke depan kami proyeksikan timbangan badan di posyandu itu produknya dalam negeri semua,” kata Budi.
Ia juga menjanjikan agar semua perizinan terkait produk alkes UMKM dipermudah seluruh prosesnya. “Mengurus izin paling kurang dari Rp5 juta, kalau yang lebih mahal pasti lewat calo. Ke depan kami juga akan lebih banyak melakukan pembinaan,” katanya.
Salah satu lembaga yang sukses menyuplai kebutuhan alkes dalam negeri yakni UMKM asal Solo, Politeknik ATMI (Akademi Teknik Mesin Industri) Surakarta. Dalam kunjungannya ke ATMI, MenKopUKM Teten mengapresiasi produk-produk yang dihasilkan ATMI yang disebutnya memiliki kualitas yang tak kalah jauh dari produk alkes impor, mulai dari timbangan badan, tempat tidur rumah sakit, alat pemeriksa denyut, dan sebagainya.